بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarganya, sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:

Berikut ini beberapa prinsip dalam memahami tauhid, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamiin.

  1. Allah Subhanahu wa Ta'ala menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya.

Dalil terhadap prinsip ini adalah firman Allah Ta'ala,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzaariyaat: 56)

Maksudnya adalah agar mereka hanya menyembah dan mengarahkan semua ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'ala saja (melakukan tauhid) dan meniadakan sesembahan selain-Nya serta mengisi kehidupan mereka di dunia dengan beribadah, yang nantinya Allah Azza wa Jalla akan memberikan balasan terhadap ibadah yang mereka jalankan dengan surga yang penuh kenikmatan.

Ketika manusia lengah terhadap tujuan ini, maka Allah Azza wa Jalla mengutus Rasul-Nya dan menurunkan kitab-Nya untuk mengingatkan manusia terhadap tujuan ini.

  1. Kalimat Tauhid (Laailaahaillallah) terdiri dari Nafyu dan Itsbat.

Kalimat tauhid terdiri dari nafyu, yakni meniadakan sesembahan selain Allah apa pun bentuknya, dan menetapkan bahwa ibadah hanya ditujukan kepada Allah Azza wa Jalla saja.

  1. Ibadah tidaklah diterima tanpa adanya Tauhid.

Maksud prinsip ini adalah, bahwa ibadah apa pun, baik shalat, zakat, puasa, haji, dan amal saleh lainnya tidaklah diterima kecuali jika pelakunya di atas tauhid (mengesakan Allah dan mengikhlaskan amal karena-Nya) atau di atas Islam. Allah Subhaanahu wa Ta'ala berfirman,

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi."(QS. Az-Zumar: 65)

  1. Ibadah artinya kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena keyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya disertai rasa cinta dan berharap kepada-Nya.

Dalam beribadah harus ada rasa cinta, karena landasan yang harus ada pada seseorang ketika beribadah itu ada tiga: rasa cinta kepada Allah Ta’ala, rasa takut dan tunduk kepada Allah Ta’ala, dan rasa berharap. Oleh karena itu, kecintaan saja yang tidak disertai dengan rasa takut dan kepatuhan, seperti cinta terhadap makanan dan harta, tidaklah termasuk ibadah. Demikian pula rasa takut saja tanpa disertai dengan cinta, seperti takut kepada binatang buas, maka itu tidak termasuk ibadah. Tetapi jika suatu perbuatan di dalamnya menyatu rasa takut dan cinta maka itulah ibadah. Dan tidaklah ibadah itu ditujukan kecuali kepada Allah Ta'ala saja.

  1. Semua perkara yang dicintai Allah jika seseorang mendekatkan diri kepada-Nya dengannya adalah ibadah.

Perkara yang dicintai Allah itu ada yang berupa keyakinan dan amalan hati, ada yang berupa ucapan, dan ada yang berupa perbuatan.

Keyakinan yang dicintai Allah misalnya beriman kepada rukun iman yang enam. Amalan hati yang dicintai Allah misalnya memiliki niat yang ikhlas, bertawakkal kepada-Nya, dsb. Ucapan yang dicintai Allah misalnya membaca Al-Qur'an, dzikr, bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dsb. Sedangkan perbuatan yang dicintai Allah Azza wa Jalla misalnya mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan, berkurban, dsb.

Cara untuk mengetahui suatu pekara dicintai Allah adalah dengan adanya perintah dari-Nya untuk melakukan perkara itu, dipuji-Nya pelakunya, disebutkan orang yang melakukannya dengan adanya keridhaan-Nya, dan adanya pahala terhadap perbuatan itu.

  1. Syirik adalah dosa yang paling besar secara mutlak.

Di antara sekian dosa besar, yang paling besarnya adalah syirik. Yang demikian, karena syirk adalah dosa yang tidak diampuni Allah jika seseorang tidak bertobat darinya sebelum meninggalnya, syirk juga menghapuskan semua amal, dan mengekalkan pelakunya di neraka jika ia mati di atasnya, nas'alullahassalaamah wal 'afiyah.

  1. Hakikat Syirik adalah mengadakan tandingan atau sekutu bagi Allah Subhaanahu wa Ta'ala dalam hal yang khusus bagi-Nya.

Hal yang khusus bagi Allah Subhaanahu wa Ta'ala misalnya Rububiyyah,Uluhiyyah, dan Asma' wa Shifat.

Syirk dalam Rububiyyah misalnya beranggapan bahwa di samping Allah Subhaanahu wa Ta'ala ada pula yang ikut serta mencipta, mengatur atau menguasai alam semesta.

Syirik dalam Uluhiyyah misalnya beranggapan bahwa selain Allah Subhaanahu wa Ta'ala juga berhak disembah atau ditujukan berbagai macam ibadah.

Sedangkan syirik dalam Asma' wa Shifat misalnya beranggapan bahwa di samping Allah ada pula yang berhak memiliki nama-nama yang khusus bagi Allah (seperti Ar-Rahman, Al-Khaliq, dsb.), atau beranggapan bahwa di samping Allah ada pula yang memiliki sifat sama seperti sifat Allah, seperti anggapan bahwa selain-Nya ada juga yang pendengarannya meliputi segala suara sebagaimana Allah Subhaanahu wa Ta'ala.

Seseorang tidaklah dikatakan bertauhid sampai meniadakan syirk dalam Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma' wa Shifat.

  1. Berdoa dan beristighatsah termasuk ibadah. Oleh karena itu, tidak boleh mengarahkannya kepada selain Allah Azza wa Jalla.

Doa terbagi dua:

Pertama, du'a ibadah, yakni doa dalam arti ibadah. Misalnya adalah menjalankan shalat, berpuasa, dan menjalankan ibadah lainnya. Ini semua disebut du'a ibadah karena pada hakikatnya seseorang yang melakukan ibadah itu mengharapkan pahala dari Allah dan meminta perlindungan-Nya dari neraka-Nya.

Kedua,  du'a mas'alah, yakni doa dalam arti memohon, seperti istighatsah (memohon bantuan dan pertolongan), isti'adzah (memohon perlindungan), berharap, dsb.

Kedua macam doa ini harus ditujukan kepada Allah Azza wa Jalla, dan tidak boleh ditujukan kepada selain-Nya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

إِذَاَ سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَاَ اسْتَعَنتَ فَاسْتَعِن بِاللهِ

"Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah, dan apabila kamu memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah." (HR. Tirmidzi, ia berkata, "Hadits hasan shahih.")

  1. Boleh meminta kepada makhluk dengan tiga syarat: (1) masih hidup, (2) ada di hadapannya, dan (3) mampu memenuhinya.

Oleh karena itu, jika makhluk yang diminta itu sudah mati, atau tidak ada di hadapannya, atau tidak mampu memenuhi permintaannya (seperti meminta kesembuhan, meminta diturunkan hujan, dsb.), maka meminta kepadanya adalah syirik.

  1. Barang siapa yang mengarahkan salah satu ibadah kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta'ala maka dia telah berbuat syirk kepada-Nya, dan sama saja baik ia berkeyakinan bahwa selain Allah itu bisa memberikan manfaat dan madharat maupun tidak, dan sama saja, baik ia berkeyakinan bahwa sesuatu itu menjadi perantara antara dia dengan Allah Subhaanahu wa Ta'ala atau tidak.

Dalil terhadap prinsip ini adalah firman Allah Ta'ala,

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاء شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

"Dan mereka menyembah selain Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata, "Mereka itu adalah pemberi syafaat kepada Kami di sisi Allah." Katakanlah, "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan (itu)." (QS. Yunus: 18)

  1. Semuanya selain Allah Azza wa Jalla tidak berhak disembah dan tidak berhak ditujukan berbagai macam ibadah, baik berupa malaikat, jin, manusia, batu, pohon, dan lain-lain.

Dalil terhadap prinsip ini adalah firman Allah Ta'ala,

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika Dialah yang kamu hendak sembah." (QS. Fushshilat: 37)

  1. Setiap Rasul diutus oleh Allah Azza wa Jalla untuk mengajak manusia beribadah kepada Allah dan menjauhi thaghut.

Dalil prinsip ini adalah firman Allah Ta'ala,

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

"Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan), "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut." (QS. An-Nahl: 36)

Thaghut adalah semua yang disembah selain Allah Subhaanahu wa Ta'ala, seperti patung, berhala, pohon, batu, dan lain-lain. Demikian pula makhluk yang disembah selain Allah, sedangkan dia ridha disembah, seperti Fir'aun, Namrud, setan, dsb. Adapun makhluk yang disembah selain Allah, padahal dia tidak ridha disembah seperti para nabi, orang-orang saleh, dan para malaikat, maka mereka bukanlah thagut, tetapi yang menjadi thagut adalah setan yang mengajak menyembah mereka, baik setan dari kalangan jin maupun manusia.

  1. Islam melarang syirik, juga melarang segala sarana yang bisa mengarah kepadanya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang syirik juga menutup segala sarana yang bisa mengarah kepadanya, di antaranya dalam masalah kubur, Beliau menetapkan beberapa batasan untuk menjaga umatnya dari menyembah kuburan dan bersikap ghuluw (berlebihan) terhadap penghuninya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

«إياكم والغُلُوَّ، فإنما أهلك من كان قبلكم الغُلُوُّ»

"Jauhilah olehmu bersikap ghuluw, karena yang membinasakan orang-orang sebelummu adalah ghuluw." (HR. Ahmad, Nasa'i, Ibnu Majah, dan Hakim dari Ibnu Abbas, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami'no. 2680)

Imam Muslim meriwayatkan dari Abul Hayyah Al Asadiy, bahwa Ali pernah berkata kepadanya, "Maukah kamu aku kirim sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimku, yaitu:

«أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ»

"Jangan engkau biarkan patung melainkan engkau hancurkan, demikian pula kubur yang meninggi kecuali engkau ratakan."

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

"Ingatlah! Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang saleh mereka sebagai masjid. Ingatlah! Janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Sesungguhnya aku melarang kalian terhadap perbuatan itu." (HR. Muslim)

Menjadikan kuburan sebagai masjid, bisa bentuknya membangun masjid di atasnya atau menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah.

Marwan bin Musa

Maraji' : Tajridut Tauhid Min Daranisy Syirki wa Syubahit Tandid (Faishal bin Qazar Al Jasim), 'Aqidatut Tauhid (Dr. Shalih Al Fauzan) dll.