بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut lanjutan sebagian perbuatan yang dapat merusak/meniadakan tauhid atau mengurangi kesempurnaannya atau menjadi wasilah (sarana) yang mengarah kepada syirik. Semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Perusak Tauhid

  1. Bernadzar untuk selain Allah, ini juga syirik. Nadzar adalah ibadah tidak boleh diarahkan kepada selain Allah Subhaanahu wa Ta'aala.

Syaikh Qaasim Al Hanafiy dalam Syarh Duraril Bihar berkata, “Nadzar yang dilakukan kebanyakan orang awam yang biasa disaksikan misalnya seseorang punya kawan yang sudah lama menghilang atau kawan yang sakit atau ia punya keperluan, ia pun mendatangi sebagian orang-orang saleh dan menaruh tirai di kepalanya sambil berkata, “Wahai sayyidiy (tuanku) fulan, jika Allah mengembalikan kawanku yang hilang, atau kawanku yang sakit sembuh atau keperluanku terpenuhi, maka aku akan memberikan emas atau perak sekian kepadamu, atau memberimu makanan atau minuman sebanyak sekian, atau akan memberimu lilin dan minyak sebanyak sekian.”  Nadzar ini adalah batil berdasarkan ijma’ karena beberapa alasan, di antaranya karena nadzar tersebut untuk makhluk, sedangkan nadzar untuk makhluk tidak boleh, karena nadzar ibadah, sedangkan ibadah tidak boleh untuk makhluk, di samping itu orang yang dinadzari untuknya adalah orang yang sudah mati, sedangkan orang yang sudah mati tidak memiliki apa-apa, selain itu ia beranggapan bahwa si mayit dapat mengatur urusan di samping Allah. Keyakinan tersebut adalah kufur.

Syaikh Qaasim melanjutkan, “Jika anda sudah mengetahui hal ini, maka dirham, lilin, minyak dan lainnya yang diambil dan dipindahkan ke kuburan para wali sebagai pendekatan kepada mereka adalah haram dengan ijma’ kaum muslimin.

  1. Meminta pertolongan dan perlindungan kepada selain Allah. ini juga syirik. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Ibnu ‘Abbas,

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ

“Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah, dan apabila kamu meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah.” (Hasan shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi)

Perlu diketahui bahwa meminta pertolongan itu terbagi terbagi dua:

  1. Isti’anah Tafwidh, meminta pertolongan dengan menampakkan kehinaan, pasrah, dan sikap harap, ini hanya boleh kepada Allah saja, syirik hukumnya jika mengarahkan kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
  2. Isti’anah Musyarakah, meminta pertolongan dalam arti meminta keikut-sertaan orang lain untuk turut membantu, maka tidak mengapa kepada makhluk, namun dengan syarat dalam hal yang mereka mampu membantunya.

Singkatnya, meminta pertolongan kepada makhluk boleh apabila makhluk tersebut mampu melakukannya, ada di hadapan, dan masih hidup.

  1. Termasuk wasilah/sarana yang bisa mengarah kepada syirik adalah ghuluw (berlebihan memuji) para wali dan orang-orang saleh serta mengangkat mereka melebihi posisinya; yaitu dengan berlebihan dalam memuliakan mereka atau mengangkat posisi mereka kepada posisi para rasul atau bahkan melebihkan mereka di atas para rasul dan yang lebih parah dari semua itu memposisikan mereka sebagai tuhan, seperti anggapan bahwa mereka ikut serta mengatur alam semesta, boleh meminta perlindungan kepada mereka, dsb.

Ketahuilah,

  • Para rasul lebih tinggi dari para wali. Meskipun kedudukan mereka tinggi di sisi Allah, namun mereka tidak suka dimuliakan secara belebihan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ *

“Jangan kalian berlebihan terhadapku sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Nasrani kepada (Isa) putra Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, katakanlah, “Hamba Allah dan utusan-Nya.” (HR. Bukhari)

Orang-orang nasrani ketika mereka berlebih-lebihan kepada Nabi mereka (Isa ‘alaihis salam), akhirnya mereka menyembahnya, wal ‘iyaadz billah. Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang umatnya berlebihan terhadap Beliau agar mereka tidak melakukan hal yang sama dengan orang-orang Nasrani. Dalam hadits tersebut Beliau menjelaskan kedudukan Beliau yaitu sebagai hamba Allah dan rasul-Nya. Hamba menunjukkan tidak berhak diibadati dan rasul menunjukkan tidak boleh diremehkan, bahkan kita harus menaati perintahnya, menjauhi larangannya, membenarkan sabdanya, dan beribadah kepada Allah sesuai contohnya.

  • Di antara bukti bahwa Beliau tidak suka dilebih-lebihkan adalah Beliau tidak suka dihormati dengan berdiri.

Anas radhiyallahu 'anhu berkata,

مَا كَانَ شَخْصٌ اَحَبُّ اِلَيْهِمْ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانُوْا اِذَا رَأَوْهُ لَمْ يَقُوْمُوْا لَهُ لِمَا يَعْلَمُوْنَ مِنْ كَرَاهِيَتِهِ لِذَلِكَ

“Tidak ada seorang pun yang paling dicintai mereka (para sahabat) daripada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, namun mereka apabila melihat Beliau, tidak berdiri untuknya karena mengetahui bahwa Beliau tidak suka hal itu,” (Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi)

Di masa hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau tidak suka dihormati dengan berdiri, lalu bagaimana dengan orang-orang yang hidup setelah Beliau, yang menghormati Beliau dengan berdiri ketika membaca rawi dan barzanji dengan anggapan bahwa ruh Beliau sedang datang. Padahal tidak ada sama sekali dalil baik dari Al Qur'an maupun As Sunnah yang menyebutkan bahwa ruh Beliau datang.

  • Di antara contoh penghormatan masyarakat kepada para tokoh masyarakat adalah menyambutnya dengan berdiri. Padahal Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang kedudukannya lebih tinggi dari para wali tidak suka dengan hal itu, bahkan Beliau bersabda,

مَنْ اَحَبَّ اَنْ يَتَمَثَّلَ لَهُ النَّاسُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barang siapa yang suka dihormati oleh orang-orang dengan berdiri, maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi, dishahihkan oleh Al Albani dalamShahihul Jami no. 5967).

Berdiri hanyalah dibolehkan kepada orang yang baru datang dari perjalanan jauh atau pekerjaan yang melelahkan untuk menyejukkan hatinya, meringankan bebannya dan membantunya seperti kepada tamu dan orang yang baru datang dari safar. Hal ini sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berdiri menyambut puterinya Fathimah radhiyallahu 'anha, dan perintah Beliau kepada sebagian sahabat untuk berdiri menghampiri Sa’ad yang terluka setelah memberi keputusan terhadap orang-orang Yahudi yang berkhianat.

Yang lebih buruk dari semua itu adalah sampai muncul keyakinan kufur, yaitu bahwa wali mengetahui yang ghaib atau bahwa wali ikut mengatur alam semesta, seperti keyakinan sebagian orang-orang shufi yang ghuluw. Ini adalah syirik dalam rububiyyah Allah, dan termasuk syirik akbar.

     9. Termasuk syirik juga adalah seperti yang dilakukan sebagian orang di kuburan Husain, mereka melakukan thawaf di kuburan dan meminta dipenuhi kebutuhannya, seperti meminta kesembuhan, dihilangkan derita, dan lainnya kepada kuburan itu. Ini adalah syirik akbar.

Oleh karena itu, Islam melarang membuat bangunan di atas kubur, menjadikannya kubah, membangunkan masjid di atasnya dan mengapurinya. Ini semua untuk menjaga tauhid.

  1. Termasuk syirik dan kekufuran adalah melakukan sihir, santet, tenung, dsb (lihat QS. Al Baqarah: 102). Sihir, santet dan tenung termasuk hal yang menafikan tauhid.
  2. Termasuk hal yang menafikan tauhid adalah mengolok-olok Allah, Rasul, dan Al Qur’an (lihat QS. At Taubah: 65-66).

Bersambung…

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam

Marwan bin Musa