بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurahkepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut lanjutan sebagian perbuatan yang dapat merusak/meniadakan tauhid atau mengurangi kesempurnaannya atau menjadi wasilah (sarana) yang mengarah kepada syirik. Semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

                               Perusak Tauhid

 

  1. Thiyarah, yaitu merasa sial dengan burung, hari, bulan. atau pun karena melihat sesuatu. Ini semua adalah syirik dan mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang.

Termasuk pula ketika seseorang mendengar suara burung gagak, ia beranggapan bahwa jika ia keluar dari rumah maka ia akan mendapat kesialan sehingga ia pun tidak jadi keluar, dsb.

      Pelebur dosa thiyarah adalah dengan mengucapkan,

اَللّهُمَّ لَا خَيْرَ اِلاَّ خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ اِلاَّ طَيْرُكَ وَلاَ اِلهَ غَيْرُكَ

      “Ya Allah, tidak ada nasib sial kecuali yang Engkau tentukan, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu, dan tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain-Mu.”(HR. Ahmad)

  1. Termasuk hal yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid adalah memberi nama seseorang dengan nama yang khusus untuk Allah (seperti Ar Rahman). Oleh karena itu, hendaknya kita merubahnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut,

عَنِْ اَبِيْ شُرَيْحٍ أَنَّهُ لَمَّا وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ قَوْمِهِ سَمِعَهُمْ يَكْنُونَهُ بِأَبِي الْحَكَمِ فَدَعَاهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْحَكَمُ وَإِلَيْهِ الْحُكْمُ فَلِمَ تُكْنَى أَبَا الْحَكَمِ فَقَالَ إِنَّ قَوْمِي إِذَا اخْتَلَفُوا فِي شَيْءٍ أَتَوْنِي فَحَكَمْتُ بَيْنَهُمْ فَرَضِيَ كِلَا الْفَرِيقَيْنِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَحْسَنَ هَذَا فَمَا لَكَ مِنَ الْوَلَدِ قَالَ لِي شُرَيْحٌ وَمُسْلِمٌ وَعَبْدُ اللَّهِ قَالَ فَمَنْ أَكْبَرُهُمْ قُلْتُ شُرَيْحٌ قَالَ فَأَنْتَ أَبُو شُرَيْحٍ

      Dari Abu Syuraih, bahwa ketika ia datang bersama kaumnya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Beliau mendengar orang-orang memanggilnya Abul Hakam (Bapak pemutus hukum), maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memanggilnya dan bersabda, “Sesungguhnya Allah-lah Al Hakam (pemutus hukum), kepada-Nyalah semua masalah diputuskan, lalu mengapa engkau dipanggi dengan “Abul Hakam,” ia menjawab, ”Sesungguhnya kaumku jika berselisih datang kepadaku, lalu aku memutuskan perselisihannya sehingga masing-masing ridha.” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda, “Alangkah bagusnya hal itu, lalu siapa anak-anakmu?” ia menjawab, ”Saya punya anak yang bernama Syuraih, Muslim dan Abdullah,” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya, “Siapa yang paling tua?” ia menjawab, “Syuraih”, maka Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Kalau begitu kamu Abu Syuraih”. (shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud)

  1. Menggunakan bintang untuk hal yang bukan karenanya diciptakan. Ini adalah salah satu hal yang dapat merusak Tauhid. Contohnya adalah dipakainya bintang-bintang untuk mengetahui masa depan, nasib dan hal ghaib, ini semua adalah haram. Qatadah berkata,

خَلَقَ اللهُ هَذِهِ النُّجُوْمَ لِثَلاَثٍ: زِيْنَةٍ لِلسَّمَاءِ وَرُجُوْماً لِلشَّيَاطِيْنِ، وَعَلاَمَاتٍ يُهْتَدَى بِهَا فَمَنْ تَأَوَّلَ فِيْهَا غَيْرَ ذَلِكَ اَخْطَأَ، وَأَضَاعَ نَصِيْبَهُ، وَتَكَلَّفَ مَا لاَ عِلْمَ لَهُ بِهِ.

      “Allah menciptakan bintang untuk tiga hal; menghias langit, melempar setan-setan, dan sebagai rambu-rambu yang dipakai petunjuk arah (dalam perjalanan). Barang siapa yang memalingkan dari hal itu, maka ia telah keliru, menyia-nyiakan jatahnya, dan membebani diri terhadap sesuatu yang tidak diketahuinya.”

      Termasuk dalam hal ini adalah meyakini Zodiak. Meyakini zodiak adalah haram dan termasuk syirik. Jika seseorang meyakini bahwa ramalan bintang tersebut memiliki pengaruh dalam kehidupan seseorang, maka ia telah berbuat syirik.

      Namun jika seseorang membaca ramalan bintang itu hanya untuk menghibur semata, maka ia telah berbuat maksiat dan berdosa, karena tidak boleh menghibur diri dengan suatu kemusyrikan, di samping hal itu bisa membuat seseorang meyakininya.

  1. Meyakini bahwa bintang sebagai sebab turunnya hujan, hal ini adalah syirik asghar karena ia telah menganggap sesuatu sebagai sebab tanpa dalil dari syara’, indra, kenyataan maupun akal. Hal ini bisa menjadi Syirik Akbar jika ia beranggapan bahwa  bintang-bintanglah yang menjadikan turunnya hujan dengan sendirinya.

عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ رَضِيَ اللَّه عَنْهُ قَالَ : صلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم صَلاَةَ الصُّبْحِ بِالحُديْبِيَةِ في إِثْرِ سَمَاءٍ كَانتْ مِنَ اللَّيْل ، فَلَمَّا انْصرَفَ أَقْبَلَ عَلى النَّاسِ ، فَقَال : هَلْ تَدْرُون مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ ؟ » قَالُوا : اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعلَمُ . قَالَ : « قَالَ : أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤمِنٌ بي، وَكَافِرٌ ، فأَمَّا مَنْ قالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمتِهِ ، فَذلِكَ مُؤمِنٌ بي كَافِرٌ بالْكَوْكَبِ ، وَأَمَّا مَنْ قالَ : مُطِرْنا بِنَوْءِ كَذا وَكذا ، فَذلكَ كَافِرٌ بي مُؤمِنٌ بالْكَوْكَبِ»

      Dari Zaid bin Khaalid radhiyallahu 'anhu ia berkata, “Rasulullah  shallallahu 'alaihi wa sallam pernah shalat Subuh bersama kami di Hudaibiyah setelah di malam harinya hujan turun. Ketika selesai shalat, Beliau menghadap kepada para jamaah dan berkata, “Tahukah kalian, apa yang difirmankan Tuhan kalian?” Orang-orang menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Allah berfirman, “Pagi hari ini di antara hamba-hamba-Ku ada yang beriman kepada-Ku dan ada yang kafir,” adapun orang yang mengatakan, “Kita dihujani karena karunia Allah dan rahmat-Nya,” maka orang itulah yang beriman kepada-Ku dan kafir kepada bintang, sedangkan yang mengatakan, “Kita dihujani karena bintang ini dan itu.” Maka ia kufur kepada-Ku dan beriman kepada bintang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

  1. Termasuk syirik juga adalah takut kepada selain Allah, seperti takut sirri (khaufus sirr). Misalnya rasa takut ditimpa musibah dari orang yang sudah mati atau dari sesembahan selain Allah. Contoh lainnya adalah sebagian orang ketika melintasi tempat yang sunyi, mereka minta perlindungan kepada jin yang mereka anggap berkuasa di tempat itu.
  2. Termasuk hal yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid adalah merasa aman dari makar Allah, azab-Nya, dan berputus asa dari rahmat Allah.

      Ibnu Mas’ud pernah berkata, “Dosa yang paling besar adalah syirik kepada Allah, merasa aman dari makar Allah, putus asa dari rahmat Allah dan tidak berharap lagi ampunan-Nya.”

      Ini menunjukkan bahwa hendaknya sikap kita berada di antara rajaa’ (berharap) dan khauf (takut). Olh karena itu, jika takut  terhadap azab Allah Ta’ala tidak membuat berputus asa, bahkan berharap terhadap rahmat-Nya.

  1. Tidak bersabar terhadap taqdir Allah, keluh kesah, dan menolaknya. Misalnya dengan berkata,“Mengapa wahai Allah, Engkau menetapkan seperti ini kepadaku atau kepada si fulan” atau “mengapa semua ini, wahai Allah,” dan kata-kata lainnya yang termasuk meratap. Ini semua mengurangi kesempurnaan tauhid seseorang.

      Dalam Al Qur’an disebutkan:

وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ قَلْبَهُ

      “Dan Barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya.” (QS. At Taghaabun: 11)

      ‘Alqamah berkata, “(Ayat ini adalah untuk) orang yang tertimpa musibah, ia mengetahui bahwa musibah itu dari sisi Allah, ia pun ridha dan menerima.”

      Ayat ini menunjukkan bahwa jika seseorang bersabar niscaya Allah akan membimbing hatinya.

  1. Termasuk syirik pula adalah riya’, sum’ah, dan beramal karena dunia. Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda tentang riya',

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمُ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً

      “Sesungguhnya yang paling aku takuti menimpa kalian adalah syirik kecil.” Para sahabat bertanya, “Apa syirik kecil itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya." Allah Azza wa Jalla berfirman kepada mereka (orang-orang yang berbuat riya) pada hari kiamat ketika amalan manusia diberikan balasan, “Pergilah kamu kepada orang-orang yang kalian beribadah karenanya, apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?” (shahih, diriwayatkan oleh Ahmad)

      Sedangkan contoh beramal karena dunia adalah seseorang ingin menjadi imam masjid agar mendapat uang, atau menjadi muazin agar diberi uang, dsb. Orang yang seperti ini sia-sia amalnya (lihat QS. Hud : 15-16), sebagaimana riya’. Kepada orang yang seperti ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan keburukan,

تَعِسَ عَبْدُ الدِّينَارِ وَعَبْدُ الدِّرْهَمِ وَعَبْدُ الْخَمِيصَةِ إِنْ أُعْطِيَ رَضِيَ وَإِنْ لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَ وَانْتَكَسَ وَإِذَا شِيكَ فَلَا انْتَقَشَ

      “Celaka hamba dinar, hamba dirham, dan hamba khamishah (pakaian mewah). Jika diberi ia senang, jika tidak ia marah, celakalah ia dan tersungkurlah. jika terkena duri, semoga tidak tercabut.” (HR. Bukhari)

  1. Termasuk syirik juga adalah adalah menaati ulama dan umara serta yang lainnya ketika mengharamkan apa yang dihalalkan Allah atau menghalalkan apa yang diharamkan Allah.

      Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman,

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ

      “Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah  dan  Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan  selain Dia. Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah : 31)

      Orang-orang Yahudi dan Nasrani dikatakan dalam ayat di atas "telah menjadikan orang alimnya dan rahibnya sebagai tuhan selain Allah," hal itu dikarenakan mereka menaati orang alim dan rahibnya ketika orang alim dan rahibnya menghalalkan apa yang Allah haramkan atau mengharamkan apa yang Allah halalkan.

  1. Termasuk hal yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid adalah mengatakan “Maa syaa’allah wa syi’ta” (artinya: Atas kehendak Allah dan kehendakmu) atau mengatakan “Kalau bukan karena Allah dan fulan tentu aku sudah…”. Seharusnya ia menggunakan kata “kemudian” (sebagai pengganti kata “dan”), karena kata “dan” menunjukkan keikutsertaan orang itu dalam berkehendak, berbeda dengan kata “kemudian”, dimana pada kata "kemudian" menunjukkan bahwa kehendak mereka mengikuti kehendak Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَقُولُوا مَا شَاءَ اللَّهُ وَشَاءَ فُلَانٌ وَلَكِنْ قُولُوا مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ

“Janganlah kalian mengatakan “Atas kehendak Allah dan kehendak si fulan”, tetapi katakanlah, “Atas kehendak Allah kemudian kehendak si fulan.” (shahih, HR. Abu Dawud)

Bersambung…

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam

Marwan bin Musa