بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut lanjutan sebagian perbuatan yang dapat merusak/meniadakan tauhid atau mengurangi kesempurnaannya atau menjadi wasilah (sarana) yang mengarah kepada syirik. Semoga Allah menjadikan risalah ini ditulis ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Perusak Tauhid

  1. Termasuk hal yang dapat menodai tauhid seseorang adalah berhukum dengan selain yang Allah turunkan (hukum munazzal) dan meletakkan undang-undang buatan sama rata dengan hukum Allah. Jika seseorang sampai berkeyakinan bahwa undang-undang buatan manusia lebih baik baik daripada hukum Allah, maka ia kafir.

Ketahuilah, bahwa meninggalkan hukum Allah adalah sebab turunnya musibah, perpecahan, kehinaaan, dan kerendahan. Sebaliknya, berhukum dengan hukum Allah dan Rasul-Nya merupakan kebahagiaan bagi manusia dunia-akhirat. Hukum Allah dan Rasul-Nya itulah yang dapat memperbaiki keadaan yang rusak serta cocok di setiap zaman dan setiap tempat. Sebab rusaknya dunia secara umum dan dunia Islam secara khusus adalah karena tidak merujuk kepada kitab Allah dan sunah Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.

Faedah:

Hukum itu terbagi tiga:

-      Hukum Munazzal (hukum yang diturunkan Allah Ta’ala), yaitu syari’at Allah dalam kitab-Nya dan Sunnah Nabi-Nya, ini semua adalah benar dan jelas.

-      Hukum Mu’awwal, yaitu hukum yang berasal dari ijtihad para ulama mujtahidin. Hukum ini bisa benar dan bisa salah; benar mendapatkan dua pahala dan salah mendapatkan satu pahala.

-      Hukum Mubaddal, yaitu berhukum dengan menggunakan hukum selain yang Allah turunkan; tidak menggunakan hukum munazzal. Orang ini bisa kafir, bisa zalim, dan bisa fasik.

      Orang yang tidak berhukum dengan menggunakan hukum yang Allah turunkan (hukum munazzal) bisa menjadi kafir apabila ia menghina hukum Allah, menganggap boleh berhukum dengan menggunakan hukum selain Allah, atau menganggap bahwa hukum selain Allah lebih baik atau lebih cocok dipakai seperti menyingkirkan hukum munazzal lalu membuatkan undang-undang yang menyalahinya karena mengira hukum munazzal sudah tidak cocok atau kurang baik.

Orang yang tidak berhukum dengan hukum Allah (hukum munazzal) bisa juga menjadi zalim (tidak kafir), apabila ia melakukan hal itu, namun masih meyakini bahwa hukum Allah-lah yang benar, yang baik, yang cocok dan bahwa hukum yang dipakainya adalah salah, ia juga tidak meremehkannya.

Dan bisa menjadi fasik (tidak kafir), apabila ia melakukan hal itu (tidak menggunakan hukum Allah (hukum munazzal)) karena ada rasa sayang kepada orang yang terkena hukuman itu atau karena diberi sogokan (risywah) namun ia tetap meyakini bahwa hukum Allah-lah yang benar dan hukumnya salah, seperti karena si pencuri itu adalah kerabatnya, dsb.

Perincian seperti di atas inilah jalan yang ditempuh kaum salaf; jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Siapa saja melampaui batas (ghuluw); mengkafirkan tanpa merincikan, maka ia mirip dengan orang-orang khawarij, dan siapa saja yang mengurangi dengan menyatakan bahwa tidak ada satu pun yang bisa menjadikan kafir, maka ia mirip dengan orang-orang murji’ah.

  1. Termasuk hal yang dapat mengurangi tauhid seseorang (syirik ashghar) adalah bersumpah dengan nama selain Allah, seperti dengan nama nabi, amanah dsb. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللهِ فَقَدْ كَفَرَ اَوْ اَشْرَكَ

Barang siapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka ia telah berbuat kufur atau syirik.” (HR. Tirmidzi dan ia menghasankannya)

Karena tidak mengerti ajaran Islam, terkadang kita mendengar seseorang mengatakan, “Demi Allah dan demi Rasulullah.” Ini adalah syirik, karena “bersumpah” hanya dibenarkan dengan nama-nama Allah saja atau dengan sifat-sifat-Nya (seperti mengucapkan “Demi keagungan Allah”).

Kaffarat (penebus dosa) bersumpah dengan nama selain Allah adalah dengan mengucapkan “Laailaahaillallah”. Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ حَلَفَ فَقَالَ فِى حَلِفِهِ : بِاللاَّتِ وَالْعُزَّى . فَلْيَقُلْ : لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ . وَمَنْ قَالَ لِصَاحِبِهِ : تَعَالَ أُقَامِرْكَ . فَلْيَتَصَدَّقْ » . 

“Barang siapa yang bersumpah, lalu ternyata dalam sumpahnya ia berkata “Demi Laata dan ‘Uzza,” maka ucapkanlah “Laailaahaillallah.” Barang siapa yang berkata kepada kawannya, “Kemarilah, saya siap taruhan denganmu,” maka hendaknya ia bersedekah.” (HR. Bukhari)

    29. Termasuk hal yang dapat mengurangi kesempurnaan tauhid adalah suu’uz zhann billah (bersangka buruk terhadap Allah). Dalam Al Qur’an disebutkan,

ثُمَّ أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَى طَائِفَةً مِنْكُمْ وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ

“Kemudian setelah kamu berdukacita (karena kekalahan dalam perang Uhud), Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu[i], sedang segolongan lagi[ii] telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan Jahiliyah.” (QS. Ali Imran: 154)

Contoh suu’uzzhan kepada Allah Ta’ala adalah menyangka bahwa Allah Ta’ala tidak akan menolong Rasul-Nya, menyangka bahwa Allah Ta’ala tidak akan memenangkan agama-Nya dan menyangka bahwa janji Allah tidak dipenuhi-Nya.

  1. Termasuk hal yang mengurangi kesempurnaan tauhid adalah mencari keridhaan manusia dengan meninggalkan perintah Allah Ta’ala. Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ الْتَمَسَ رِضَى اللهِ بِسَخَطِ النَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَرْضَى عَنْهُ النَّاسَ، وَمَنِ الْتَمَسَ رِضَى النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ سَخِطَ اللهُ عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عَلَيْهِ النَّاسَ

“Barang siapa yang mencari keridhaan Alllah meskipun dibenci manusia, maka Allah akan meridhainya dan menjadikan manusia ridha kepadanya. Dan barang siapa yang mencari keridhaan manusia dengan kemurkaan Allah, maka Allah akan murka kepadanya dan menjadikan manusia membencinya.” (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya)

Khatimah (Penutup)

Seorang muslim wajib berwaspada kepada semua bentuk syirik, baik syirik akbar maupun syirik asghar. Demikian juga menjauhi segala sarana yang bisa mengarah kepada syirik. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri sangat mengkhawatirkan syirik kecil menimpa umatnya, lalu bagaimana dengan syirik akbar –wal ‘iyaadz billah-. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

“Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan!” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja itu?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, dan menuduh berzina kepada wanita mukminah yang baik-baik yang tidak tahu-menahu.” (HR. Bukhari)

Wallahu a’lam wa shallallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad wa alaa aalihi wa shahbihi wa sallam

Marwan bin Musa




[i] Yaitu kaum muslimin yang kuat keyakinannya.

[ii] Yaitu kaum muslimin yang masih ragu-ragu.