بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

**********

BAB : RASA TAKUT MALAIKAT SEBAGAI MAKHLUK PERKASA KEPADA ALLAH AZZA WA JALLA

Firman Allah Ta’ala,

حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَن قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ

“Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata, "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar," dan Dia-lah yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Saba: 23)

**********

Penjelasan :

Pada bab ini, penyusun menerangkan keadaan para malaikat -yang merupakan makhluk perkasa- di hadapan Allah Azza wa Jalla dan rasa takut mereka kepada-Nya. Jika makhluk perkasa yang kekuatannya di atas jin dan manusia demikian takut dan tunduknya kepada Allah Azza wa Jalla, maka dapat diketahui bahwa semua yang disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah batil, dan bahwa yang  berhak disembah hanyalah Allah Azza wa Jalla, demikian juga menunjukkan ketidaksopanan sebagian manusia kepada Allah Azza wa Jalla dengan menyembah kepada selain-Nya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda,

لَمْ أَرَهُ عَلَى صُورَتِهِ الَّتِى خُلِقَ عَلَيْهَا غَيْرَ هَاتَيْنِ الْمَرَّتَيْنِ رَأَيْتُهُ مُنْهَبِطًا مِنَ السَّمَاءِ سَادًّا عِظَمُ خَلْقِهِ مَا بَيْنَ السَّمَاءِ إِلَى الأَرْضِ

"Saya tidak pernah melihat Jibril dalam wujud aslinya kecuali dua kali, saya pernah melihatnya turun dari langit, ketika itu tubuhnya yang besar menutup sesuatu yang berada di antara langit dan bumi." (HR. Muslim)

«أُذِنَ لِي أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ مَلَكٍ مِنْ مَلَائِكَةِ اللَّهِ مِنْ حَمَلَةِ الْعَرْشِ، إِنَّ مَا بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ إِلَى عَاتِقِهِ مَسِيرَةُ سَبْعِ مِائَةِ عَامٍ»

“Aku diizinkan menyampaikan tentang salah satu malaikat pemikul Arsy, bahwa jarak antara bagian bawah telinga dengan pundaknya sejauh perjalanan 700 tahun.” (HR. Abu Dawud, Thabrani dalam Al Awsath, dan lain-lain, dishahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihhah no. 151)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata, “Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat malaikat Jibril (dalam wujud aslinya) memiliki 600 sayap.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menerangkan keadaan para malaikat saat mendengar wahyu dari Allah Azza wa Jalla kepada malaikat Jibril, dimana hati mereka diliputi rasa takut yang luar biasa sehingga mereka jatuh pingsan, padahal mereka adalah makhluk perkasa. Setelah rasa takut dihilangkan dari hati mereka, lalu mereka saling bertanya-tanya tentang apa yang difirmankan Allah Azza wa Jalla, mereka menjawab, “(Perkataan) yang benar," dan Dia-lah yang Mahatinggi lagi Mahabesar.”

Kesimpulan :

1. Bantahan terhadap kaum musyrik yang menyembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, dimana keadaan yang disembah itu sangat lemah sekali.

2. Menetapkan perkataan (firman) bagi Allah Azza wa Jalla yang sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya.

3. Firman Allah Ta’ala bukanlah makhluk, karena para malaikat berkata, “Apa yang difirmankan Tuhanmu?” Tidak mengatakan, “Apa yang diciptakan Tuhanmu?”

4. Menetapkan ketinggian bagi Allah Subhaanahu wa Ta’ala di atas semua makhluk-Nya.

5. Menetapkan keagungan bagi Allah Azza wa Jalla.

**********

Dalam kitab Shahih dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Beliau Bersabda,

« إِذَا قَضَى اللَّهُ الأَمْرَ فِى السَّمَاءِ ضَرَبَتِ الْمَلاَئِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَاناً لِقَوْلِهِ كَالسِّلْسِلَةِ عَلَى صَفْوَانٍ يَنْفُذُهُمْ ذَلِكَ حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا : مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ ، قَالُوا الْحَقَّ وَهْوَ الْعَلِىُّ الْكَبِيرُ ، فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُو السَّمْعِ ، وَمُسْتَرِقُو السَّمْعِ هَكَذَا وَاحِدٌ فَوْقَ آخَرَ - وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِكَفِّهِ فَحَرَفَهَا، وَبَدَّدَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ - فَيَسْمَعُ الكَلِمَةَ فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ، ثُمَّ يُلْقِيهَا الآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ، حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوِ الكَاهِنِ، فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا، وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ، فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ، فَيُقَالُ: أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا: كَذَا وَكَذَا، فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الكَلِمَةِ الَّتِي سَمِعَ مِنَ السَّمَاءِ "

“Apabila Allah Subhaanahu wa Ta'aala menetapkan perintah di langit, maka para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya seakan-akan suara (yang didengarnya) itu seperti gemerincing rantai di atas batu yang licin yang menembus ke dalam hati mereka (sehingga mereka takut dan pingsan), maka apabila dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata, “Apa yang difirmankan Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Kebenaran dan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar.” Lalu berita itu didengar oleh para pencuri berita, dan para pencuri itu seperti ini; yang satu di atas yang lain. Sufyan (seorang rawi hadits ini) menyifati dengan tangannya, memiringkannya dan merenggangkan jari-jari tangan, ia mendengar kalimat itu dan menyampaikan kepada kawannya yang berada di bawahnya, lalu kawannya itu menyampaikan kepada yang di bawahnya sehingga sampai ke lisan pesihir atau dukun. Terkadang sebelum kalimat itu disampaikan kepadanya ada meteor yang menimpanya, dan terkadang sudah menyampaikan kalimat itu sebelum terkena meteor. Maka si pesihir atau dukun menyertakan seratus kedustaan bersama kalimat itu, sehingga ia dibenarkan (karena berita itu), lalu orang-orang berkata, “Bukankah dia telah memberitahukan kepada kita pada hari ini dan itu akan terjadi ini dan itu?” (ternyata benar), sehingga ia dipercayai dengan sebab kalimat yang didengarnya dari langit.” (HR. Bukhari)

**********

Penjelasan :

Kitab Shahih yang dimaksud oleh penyusun adalah Shahih Bukhari no. 4800.

Sufyan dalam sanad hadits di atas adalah Sufyan bin Uyaynah bin Maimun Al Hilali seorang tsiqah, hafizh, hujjah, dan termasuk imam. Ia wafat pada tahun 198 H.

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan tentang sikap ta’zhim (pengagungan) para malaikat terhadap firman Allah Ta’ala, dan rasa takut yang menghinggapi mereka, serta pertanyaan antara sesama mereka tentang apa yang difirmankan Allah Azza wa Jalla. Demikian pula menerangkan tentang perbuatan setan mencuri berita dari langit, dimana di antara mereka ada yang terkena meteor sebelum menyampaikan ke telinga para wali mereka, yaitu pesihir dan dukun, dan ada pula yang berhasil menyampaikan sebelum terkena meteor. Demikian pula menerangkan kedustaan para pesihir dan dukun, dan kalau pun ada berita benar yang mereka sampaikan, maka hal itu merupakan berita yang mereka dapatkan dari para setan yang mencuri berita dari langit, lalu mereka kemas dengan seratus kedustaan.

Kesimpulan :

1. Bantahan terhadap kaum musyrik yang menyembah para malaikat, para nabi, dan orang-orang saleh (para wali).

2. Keagungan dan kebesaran Allah Azza wa Jalla, dan bahwa hanya Dia yang berhak disembah; tidak selain-Nya.

3. Kedustaan para pesihir, para peramal, dan para dukun.

4. Para pesihir, peramal, dan dukun adalah wali-wali setan dan teman dekatnya.

**********

Dari Nawwas bin Sam’an ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُوحِيَ بِالْأَمْرِ تَكَلَّمَ بِالْوَحْيِ أَخَذَتِ السَّمَاوَاتُ مِنْهُ رَجْفَةً، أَوْ قَالَ رِعْدَةً شَدِيدَةً، خَوْفًا مِنَ اللَّهِ، فَإِذَا سَمِعَ بِذَلِكَ أَهْلُ السَّمَاوَاتِ صَعِقُوا، وَخَرُّوا لِلَّهِ سُجَّدًا، فَيَكُونُ أَوَّلَ مَنْ يَرْفَعُ رَأْسَهُ جِبْرِيلُ، فَيُكَلِّمُهُ اللَّهُ مِنْ وَحْيِهِ بِمَا أَرَادَ، ثُمَّ يَمُرُّ جِبْرِيلُ عَلَى الْمَلَائِكَةِ، كُلَّمَا مَرَّ بِسَمَاءِ سَمَاءٍ سَأَلَهُ مَلَائِكَتُهَا: مَاذَا قَالَ رَبُّنَا يَا جِبْرِيلُ؟ فَيَقُولُ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ: قَالَ الْحَقَّ، وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ قَالَ: فَيَقُولُونَ: كُلُّهُمْ مِثْلَ مَا قَالَ جِبْرِيلُ، فَيَنْتَهِي جِبْرِيلُ بِالْوَحْيِ حَيْثُ أَمَرَهُ اللَّهُ

“Apabila Allah Azza wa Jalla hendak mewahyukan perintah-Nya, maka Dia firmankan wahyu tersebut, lalu langit-langit pun bergetar dengan kerasnya karena takut kepada Allah Azza wa Jalla. Saat para malaikat mendengar firman tersebut, maka mereka pingsan dan tersungkur sujud. Malaikat yang pertama kali mengangkat kepalanya adalah maaikat Jibril, lalu Allah mewahyukan kepada-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian malaikat Jibril melewati para malaikat yang lain. Setiap kali ia melewati langit, maka para malaikat yang ada di langit tersebut bertanya, “Apa yang difirmankan Tuhan kami wahai Jibril?” Jibril berkata, “Perkataan yang benar, dan Dia Mahatinggi lagi Mahabesar.” Kemudian mereka mengucapkan seperti yang diucapkan malaikat Jibril. Demikianlah sehingga Jibril menyampaikan wahyu tersebut sesuai dengan yang diperintahkan Allah Azza wa Jalla kepadanya.”

**********

Penjelasan :

Hadits An Nawwas bin Sam’an di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim sebagaimana disebutkan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya (3/537), Ibnu Khuzaimah dalam At Tauhid (hal. 348), Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah (no. 515), namun didhaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam takhrijnya terhadap kitab As Sunnah (1/227), ia berkata, “Isnadnya dhaif. Nu’aim bin Hammad (rawi hadits ini) seorang yang buruk hapalannya. Imam Bukhari menyebutkan haditsnya ketika menyertakan dengan hadits selainnya, dan ia dituduh dusta oleh Al Azdiy. Al Hafizh dalam At Taqrib berkata, “Sangat jujur namun sering keliru.” Adapun Al Walid bin Muslim, dia seorang yang tsiqah, namun melakukan tadlis taswiyah (menyembunyikan rawi yang dhaif antara dua orang tsiqah), sedangkan para perawi lainnya adalah tsiqah.”

Bersambung...

Marwan bin Musa

Maraji’: Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, Fathul Majid Syarh Kitab At Tauhid (Abdurrahman bin Hasan), Zhilalul Jannah fi Takhrij As Sunnah (M. Nashiruddin  Al Albani), dll.