بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut ini pembahasan tentang fiqh iqamat, semoga Allah Azza wa Jalla menjadikan penulisan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

I. Ta'rif (Definisi) Iqamat

Iqamat secara bahasa artinya membangungkan orang yang duduk. Secara istilah syara', iqamat adalah pemberitahuan untuk berdiri shalat dengan bacaan tertentu sebagaimana yang diterangkan syariat.

II. Hukum Iqamat

Iqamat sebagaimana adzan hukumnya masyru' (disyariatkan) bagi laki-laki dalam shalat lima waktu saja. Hukumnya fardhu kifayah, dimana jika ada yang melakukannya, maka yang lain tidak diwajibkan, karena keduanya (adzan dan iqamat) adalah syiar Islam. Oleh karena itu, tidak boleh meniadakannya.

III. Tatacara Iqamat

Ada 3 Cara Iqamat, yaitu:

1. Menyebutkan Takbir pertama sebanyak empat kali, sedangkan kalimat setelahnya dua kali-dua kali selain yang terakhir (semuanya berjumlah 17 kalimat), yaitu:

اللَّهُ أَكْبَرُ     4

Artinya: Allah Mahabesar (4X)

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ   2

Artinya: Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah (2X)

أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ  2

Artinya: Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah (2X)

حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ   2

Artinya: Marilah kita shalat (2X)

حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ    2

Artinya: Marilah kita menuju kebahagiaan (2X)

قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ   2

Artinya: Sungguh, shalat telah ditegakkan (2X)

اللَّهُ أَكْبَرُ     2

Artinya: Allah Mahabesar (2X)

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ    1

Artinya: Tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah (1X).

Tatacara seperti ini berdasarkan hadits Abu Mahdzurah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan kepadanya azan dengan jumlah 19 kalimat, sedangkan iqamat dengan jumlah 17 kalimat (Hadits ini diriwayatkan oleh Lima orang Ahli Hadits dan dishahihkan oleh Tirmidzi).

2. Menyebutkan Takbir yang pertama dan yang terakhir 2 kali serta kalimat qadqaamatish shalaah, sedangkan kalimat yang lain 1X-1X (sehingga jumlahnya 11 kalimat).

اللَّهُ أَكْبَرُ   2

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ   1

أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ  1

حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ   1

حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ    1

قَدْ قَامَتِ الصَّلَاةُ   2

اللَّهُ أَكْبَرُ   2

لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ    1

Tatacara seperti ini berdasarkan hadits Abdullah bin Abdi Rabbih yang dalam mimpinya ia diajarkan azan dan iqamat (seperti yang disebutkan di atas), kemudian mimpinya itu dibenarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, dan Tirmidzi, ia berkata, "Hasan shahih.").

3. Tata cara iqamat ketiga ini sama seperti sebelumnya, hanya saja untuk kalimat Qadqaamatish shalaah tidak diulang dua kali, bahkan hanya diucapkan sekali sehingga jumlahnya 10 kalimat. Cara ini dipegang oleh Imam Malik karena ia merupakan amal penduduk Madinah, akan tetapi Ibnul Qayyim mengomentarinya, “Tidak sah sama sekali dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan Qadqaamatish shalaah hanya sekali.” Ibnu Abdil Bar berkata, “Ia tetap dua kali dalam keadaan bagaimana pun.”

IV. Kandungan Kalimat Iqamat

Dalam kalimat adzan dan iqamat terdapat kalimat yang agung dan besar, di dalamnya tedapat akidah Islam. Awalnya takbir (mengagungkan Allah), kemudian menetapkan keesaan bagi Allah Azza wa Jalla dan bahwa Dia yang berhak untuk diibadahi. Demikian pula di dalamnya menetapkan, bahwa Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah. Selanjutnya mengajak manusia menjalankan amal yang paling dicintai Allah, yaitu shalat yang merupakan tiang agama Islam. Di dalamnya juga terdapat ajakan meraih kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akhirat, dimana di antara jalannya adalah memenuhi seruan shalat, kemudian diakhiri dengan mengagungkan Allah serta menyebutkan kalimatul ikhlas yang merupakan kunci surga dan dzikr yang paling utama. Kalau sekiranya langit dan bumi beserta penghuninya ditimbang dengan kalimat itu, tentu kalimat itu lebih berat timbangannya karena keagungan dan keutamaannya.

V. Adab Iqamat

Syaikh Shalih Al Fauzan berkata, "Hendaknya ia segera (hadr) dalam mengucapkannya[i], karena di dalamnya merupakan pemberitahuan kepada yang hadir. Oleh karena itu, tidak perlu mengucapkannya secara perlahan (lambat). Dan dianjurkan yang iqamat adalah yang adzan[ii], dan hendaknya ia tidak iqamat kecuali dengan izin imam, karena waktu iqamat tergantung pandangan imam[iii], sehingga tidak dikumandangkan kecuali dengan isyaratnya."

Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji' : Fiqhussunnah (S. Sabiq), Al Fiqhul MuyassarAl Mulakhkhash Al Fiqhi (Shalih Al Fauzan), Subulussalam (Ash Shan'ani), dll. 

 

[i] Ada sebuah hadits yang berbunyi, “Apabila kamu adzan maka perlambatlah dan apabila kamu iqamat maka percepatlah," (Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan ia mendhaifkannya).

[ii] Ada sebuah hadits yang berbunyi, “Barang siapa yang adzan, maka dia yang iqamat," (Hadits ini juga diriwayatkan oleh Tirmidzi, dan ia mendhaifkannya. Tirmidzi berkata, "Dan inilah yang diamalkan menurut kebanyakan Ahli Ilmu.")

[iii] Ada sebuah hadits yang berbunyi, “Muadzin lebih menguasai adzan, dan imam lebih menguasai iqamat," (Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Addiy, dan ia mendhaifkannya).

Maksud muadzin menguasai adzan adalah, bahwa memulai mengumandangkan adzan diserahkan kepadanya, karena ia diamanahkan terhadap waktu-waktu shalat dan diamanahkan untuk memperhatikannya. Sedangkan maksud imam menguasai iqamat adalah bahwa muadzin tidak melakukan iqamat kecuali dengan isyarat imam. Namun hadits di atas dhaif.

Imam Bukhari menyebutkan sebuah hadits yang berbunyi, "Jika shalat diiqamatkan, maka janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku,"

Hadits ini menunjukkan, bahwa orang yang iqamat boleh melakukan iqamat meskipun imam belum hadir, sehingga iqamatnya tidak tergantung izinnya. Namun ada sebuah riwayat yang menyebutkan, bahwa Bilal tidaklah melakukan iqamat sampai ia mendatangi rumah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memberitahukan akan shalat, dan pemberitahuannya itu adalah permintaan izin untuk iqamat.

Al Hafizh berkata, "Sesungguhnya hadits Bukhari itu bertentangan dengan hadits Jabir bin Samurah, bahwa Bilal tidak melakukan iqamat sampai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar."

Al hafizh juga berkata, "Dipadukan antara kedua hadts itu (yang disebutkan oleh Al Hafizh), yaitu bahwa Bilal memperhatikan waktu keluarnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam (dari rumah). Ketika ia telah melihat Beliau, maka ia segera iqamat sebelum orang-orang melihat Beliau. Kemudian setelah orang-orang melihat Beliau, mereka pun berdiri."

Tetapi apabila imam sudah berada di masjid, maka menurut sebagian besar ulama, bahwa makmum tidak berdiri sampai iqamat selesai dikumandangkan. Menurut Imam malik, bahwa berdirinya orang-orang (makmum) ketika diiqamatkan tidak ada batasannya, bahkan menurutnya sesuai kemampuan manusia, karena di antara mereka ada yang berat (berdiri) dan ada yang ringan. Adapun Anas, maka ia berdiri ketika orang yang iqamat telah mengucapkan "Qadqaamatish shalah," (sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dan lainnya). Menurut Ibnul Musayyib, "Apabila yang iqamat mengucapkan "Allahu akbar," maka makmum harus berdiri. Apabila yang iqamat telah mengucapkan, "Hayya 'alash shalah," maka shaf-shaf diratakan, dan apabila yang iqamat mengucapkan,"Laa ilaaha illallah," maka imam bertakbir." Namun pendapat ini sebagaimana diterangkan Imam Ash Shan'aniy dalam Subulussalam adalah sekedar pendapat beliau saja, dan tidak disebutkan Sunnahnya (dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam). Di antara pendapat-pendapat tersebut, tampaknya pendapat Imam Malik sangat tepat, wallahu a'lam.