بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillahi rabbil 'aalamin, wash shalaatu wassalaamu 'alaa nabiyyina muhammad al amiin, wa 'alaa aalihi wa shabihi ajma'iin, amma ba'd:

Berikut ini beberapa hadits dha'if seputar bulan Ramadhan yang sering beredar di masyarakat, kami ambil penjelasan kedha’ifannya dari beberapa kitab seperti Riyaadhul Janaan Fii Ramadhaan karya Abdul Muhsin bin Ali Al Muhsin hal. 31-36, Sifat Shaumin Nabi karya Syaikh Ali Al Halabiy dan Syaikh Salim Al Hilali, dan Silsilah Adh Dha’iifah karya Syaikh Al Albani. Kami sampaikan kepada anda agar diketahui bahwa hadits-hadits di bawah ini bukan berasal dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Hadits Dha'if Seputar Bulan Ramadhan

اَللََّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

  1. Hadits"Allahumma baarik lanaa fii Rajab…dst." (Artinya: Ya Allah, berikan kami keberkahan di bulan Rajab dan Sya'ban, serta sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan).

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Bazzar dan Thabrani, dalam sanadnya terdapat Zaidah bin Abirriqaad. Imam Bukhari berkata tentangnya, "Mungkar haditsnya." Ia didha'ifkan oleh Nasa'i dan Ibnu Hibban.

أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ .. وذكر فيه : أَنَّ أَوَّلَهُ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطَهُ مَغْفِرَةٌ وَآخِرَهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ...الخ

  1. "Telah datang menaungi kamu bulan yang agung…dst."Di sana disebutkan, "Bahwa pada permulaannya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya merupakan pembebasan dari api neraka…dst."

Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan ia berkata setelahnya, “Jika khabarnya shahih”, diriwayatkan pula oleh Al Muhaamiliy dan Al Ashbahaaniy melalui jalur Ali bin Zaid bin Jad’an dari Sa’id bin Al Musayyib dari Salman. Isnadnya dha’if karena lemahnya Ali bin Zaid. Ibnu Sa’ad berkata, “Padanya ada kelemahan, dan tidak bisa dipakai hujjah.” Ahmad bin Hanbal berkata, “Ia tidak kuat.” Ibnu Ma’in berkata, “Dha’if.”

لَوْ يَعْلَمُ الْعِبَادُ مَافِي رَمَضَانَ لَتَمَنَّتْ أُمَّتِيْ أَنْ يَكُوْنَ رَمَضَانُ السَّنَةَ كُلَّهَا

  1. "Jika manusia mengetahui (kelebihan) yang ada di bulan Ramadhan, tentu umatku akan berangan-angan jika sekiranya bulan Ramadhan setahun penuh."

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya'la 9/180, dan dia berkata, "Dalam sanadnya terdapat Jarir bin Ayyub seorang yang dha'if."

صُوْمُوْا تَصِحُّوْا

  1. "Berpuasalah, niscaya kamu akan sehat."

Hadits ini merupakan potongan dari hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Addiy dalam Al Kaamil (7/2521) dari jalan Nahsyal bin Sa’id dari Adh Dhahhak dari Ibnu Abbas. Nahsyal adalah seorang yang matruk (ditinggalkan haditsnya), ia melakukan kedustaan, sedangkan Adh Dhahhak tidak mendengar dari Ibnu Abbas. Thabrani juga meriwayatkan dalam Al Awsath, Abu Nu’aim dalam At Thibbun Nabawi sebagaimana dalam Takhrij Al Ihyaa’ (3/87), Ibnu Bukhait dalam Juz’nya sebagaimana dalam Syarh Al Ihyaa’ (7/401) dari jalan Muhammad bin Sulaiman bin Abi Dawud, dari Zuhair bin Muhammad, dari Suhail bin Abi Shalih, dari Abu Hurairah. Sanadnya adalah dha’if. Abu Bakar Al Atsram berkata, “Aku mendengar Ahmad –dan Beliau menyebutkan riwayat orang-orang Syam dari Zuhair bin Muhammad- ia berkata, “Mereka meriwayatkan darinya hadits-hadits Munkar mereka.” Abu Hatim berkata, “Pada hapalannya buruk. Haditsnya di Syam lebih munkar daripada haditsnya di Irak karena buruknya hapalan.” Al ‘Ijilliy berkata, “Hadits-hadits yang diriwayatkan oleh penduduk Syam ini darinya tidaklah mengherankanku.” Demikian diterangkan dalam Tahdziibul Kamal (9/417). Syaikh Ali berkata, “Muhammad bin Sulaiman adalah orang Syam, diterangkan riwayat hidupnya dalam Tarikh Dimasyq (15/qaaf 386 –naskahnya masih berupa manuskrip-) oleh karena itu riwayatnya dari Zuhair sebagaimana disebutkan para imam adalah munkar, dan hadits ini salah satunya.”

حَدِيْثُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَمُرَةَ  الطَّوِيْلُ: إِنِّي رَأَيْتُ الْبَارِحَةَ عَجَبًا...رَأَيْتُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِيْ يَلْهَثُ عَطَشًا كُلَّمَا وَرَدَ حَوْضًا مُنِعَ وَطُرِدَفَجَاءَهُ صِيَامُهُ فَسَاقَهُ وَ أَرْوَاهُ

  1. Hadits Abdurrahman bin Samurah yang cukup panjang, yaitu:“Sesungguhnya semalam aku melihat suatu keanehan…, aku melihat seseorang di antara umatku menjulurkan lidahnya karena kehausan. Setiap kali ia mendatagi telaga, ia dicegah dan diusir, lalu puasanya datang memberinya minum dan menghilangkan hausnya.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dengan dua isnad, yang satu terdapat Sulaiman bin Ahmad Al Waasithiy, sedangkan pada yang satu lagi terdapat Khalid bin Abdurrahman Al Makhzumi, keduanya dha’if, lihat It-haafus saadatil muttaqin 8/119. Hadits ini didha’ifkan pula oleh Ibnu Rajab.

إِنَّ الْجَنَّةَ لَتَزَخْرَفَ وَتَنَجَّدَ مِنَ الْحَوْلِ إِلَى الْحَوْلِ لِدُخُوْلِ رَمَضَانَ فَتَقُوْلُ الْحُوْرُ الْعِيْنُ : يَا رَبِّ  اجْعَلْ لَنَا فِي هَذَا الشَّهْرِ مِنْ عِبَادِكَ أَزْوَاجًا

  1. Hadits:“Sesungguhnya surga berhias dan semakin tinggi dari tahun ke tahun karena masuknya bulan Ramadhan, lalu bidadari yang bermata jeli berkata, “Wahai Tuhanku, jadikanlah untuk kami di bulan ini pasangan-pasangan dari hamba-hamba-Mu.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Kabir dan Al Awsath, dalam sanadnya terdapat Al Walid bin Al Walid Al Qalaansiy, ia adalah dha’if.

أَحَبُّ الْعِبَادِ إِلَى اللهِ أَعْجَلُهُمْ فِطْرًا

  1. Hadits,“Hamba yang paling dicintai Allah adalah yang lebih segera berbuka.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad 2/329, Ibnu Hibban 886, Baihaqi 4/237, dan Baghawiy 1732. Dalam sanadnya terdapat Qurrah bin Abdurrahman Haiwa’il, ia adalah dha’if. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Khuzaimah 2062, Tirmidzi 700, dan ia mendha’ifkannya. Yang (shahih) dalam Bukhari dan Muslim adalah:

« لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ »

“Manusia tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.”

نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ

  1. “Tidur orang yang berpuasa adalah ibadah.”

Hadits ini disebutkan oleh As Suyuthiy dalam Al Jaami’ush Shaghir 9293, ia menisbatkannya kepada Baihaqi dan mengisyaratkan dha’ifnya dari jalan Abdullah bin Abi Aufa. Hadits ini didha'ifkan pula oleh Zainuddin Al ‘Iraaqiy, Baihaqi dan As Suyuthiy. Lihat Al Firdaus 4/248 dan It-haafus Saadah 4/322.

مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ اْلآخِرَةَ فِي جَمَاعَةٍ فِي رَمَضَانَ فَقَدْ أَدْرَكَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ

  1. Barang siapa shalat Isya yang terakhir dengan berjama’ah di bulan Ramadhan, maka sesungguhnya ia telah mendapatkan Lailatulqadr.”

Hadits ini dikeluarkan oleh Al Ashbahaaniy dan Abu Musa Al Madini. Imam Malik menyebutkannya secara balagh (sampai berita kepadanya) 1/321. hadits tersebut mursal sebagai perkataan Sa’id bin Al Musayyib. Disebutkan dalam Ibnu Khuzaimah 2195, namun dalam sanadnya terdapat ‘Uqbah bin Abil Hasnaa’ seorang yang majhul sebagaimana dikatakan Ibnul Madini. Oleh karena itu, hadits ini dha’if.

كَانَ إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ اِجْتَنَبَ النِّسَاءَ وَاغْتَسَلَ بَيْنَ الْأَذَانَيْنِ ، وَجَعَلَ الْعِشَاءَ سَحُوْرًا

  1. Hadits:“Apabila sudah masuk sepuluh hari, Beliau menjauhi wanita, mandi di antara kedua azan dan menjadikan makan malam sebagai sahur.”

Hadits ini adalah hadits batil, dalam sanadnya terdapat Hafsh bin Waqid. Ibnu ‘Addiy berkata, “Hadits ini termasuk hadits paling munkar yang saya lihat.” Hadits ini datang dengan sanadnya yang banyak, namun semuanya dha’if.

مَنْ صَامَ بَعْدَ اْلفِطْرِ يَوْمًا فَكَأَنَّمَا صَامَ السَّنَةَ  ، وحديث : الصَّائِمُ بَعْدَ رَمَضَانَ كَالْكَارِّ بَعْدَ الْفَارِّ

  1. Hadits:“Barang siapa berpuasa sehari setelah berbuka, maka ia seperti berpuasa setahun.”

Dan hadits, “Orang yang berpuasa setelah Ramadhan seperti orang yang kembali setelah pergi berlari.”

Hadits ini disebutkan oleh penyusun Kanzul ‘Ummal 24142, ia adalah hadits dha’if.

لاَ تَكْتَحِلْ بِالنَّهَارِ وَأَنْتَ صَائِمٌ

  1. Hadits: “Janganlah kamu bercelak di siang hari ketika kamu seang berpuasa.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud 2377, ia berkata: Ibnu Ma’in berkata, “Ia adalah hadits munkar.”

« مَنْ أَفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ ، مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ ، وَإِنْ صَامَهُ »

  1. Hadits: “Barang siapa berbuka sehari saja di bulan Ramadhan tanpa udzur dan tanpa sakit, maka ia tidak bisa diqadha’ oleh puasa setahun, meskipun ia melakukannya.”

Hadits ini disebutkan tanpa sanad oleh Bukhari dalam shahihnya, dan dimaushulkan (disambung sanadnya) oleh Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i dalam Al Kubra, Baihaqi, dan Ibnu Hajar dalam Taghliqut Ta’liq (3/170) dari jalan Abul Muthawwis dari bapaknya dari dari Abu Hurairah. Ibnu Hajar dalam Fat-hul Bari (4/161) berkata, “Diperselisihkan hadits itu dengan perselisihan yang banyak karena Habib bin Abi Tsabit, sehingga di sana terjadi tiga ‘illat (cacat tersembunyi); yaitu idhthirab (terjadi kegoncangan), majhulnya keadaan Abul Muthawwis dan diragukannya bapaknya mendengar dari Abu Hurairah.”

اِسْتَعِيْنُوْا بِطَعَامِ السَّحَرِ عَلَى صِيَامِ النَّهَارِ ، وَبِالْقَيْلُوْلَةِ عَلَى قِيَامِ اللَّيْلِ

  1. Hadits:“Gunakanlah makan saur untuk membanu puasa di siang hari, dan tidur siang untuk qiyamullail.”

Hakim dan Ibnu Majah. Dalam sanadnya terdapat Zam’ah bin Shalih dan Salamah bin Wahram, keduanya adalah dha’if. Dengan demikian, hadits ini adalah dha’if.

Di samping yang disebutkan di atas, ada beberapa hadits dha’if lainnya tentang bulan Ramadhan, seperti hadits:

تَدْرُوْنَ لِمَ سُمِّيَ شَعْبَانُ لِأَنَّهُ يُشَعَّبُ فِيْهِ خَيْرٌ كَثِيْرٌ . وَإِنَّمَا سُمِّيَ رَمَضَانُ لِأَنَّهُ يُرْمِضَ الذُّنُوْبَ أيْ يُدْنِيْهَا مِنَ الْحَرِّ

  1. “Tahukah kamu, mengapa dinamakan Sya’ban? Karena kebaikan yang banyak dicabang-cabangkan. Tahukah kamu, mengapa dinamakan Ramadhan? karena ia memanaskan dosa-dosa”, yakni meleburnya karena panas. (Hadits maudhu’ (palsu), lihat Adh Dha’iifah no. 3223).

رَجَبُ شَهْرُ اللهِ وَشَعْبَانُ شَهْرِيْ وَرَمَضَانُ شَهْرُ أُمَّتِيْ

  1. Rajab adalah bulan Alah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan adalah bulan umatku.”(Dha’if, didha'ifkan oleh Al Albani dalam Adh Dha’iifah no. 4.400)

اَلصَّوْمُ نِصْفُ الصَّبْرِ

  1. “Puasa merupakan setengah kesabaran.”(Dha’if, didha'ifkan oleh Al Albani dalam Dha’iiful Jaami’ no. 3581)

Wa shallallahu ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraaji’ : Riyaadhul Janaan Fii Ramadhaan (Abdul Muhsin bin Ali Al Muhsin hal. 31-36), Silsilah Adh Dha’iifah (Syaikh Al Albani), Dha’iful Jaami’ (Syaikh Al Albani), dan Sifat Shaumin Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (Syaikh Ali Al Halabiy dan Syaikh Salim Al Hilali).