بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba'du:

Berikut pembahasan tentang keutamaan shalat sunnah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Keutamaan Shalat Sunnah

Shalat sunnah disyariatkan untuk menutupi kekurangan yang mungkin terjadi pada shalat fardhu, dan karena shalat memiliki keutamaan di atas ibadah-ibadah yang lain.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلَاةُ» ، قَالَ: يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلَائِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ: انْظُرُوا فِي صَلَاةِ عَبْدِي أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا؟ فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً، وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا، قَالَ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ؟ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ، قَالَ: أَتِمُّوا لِعَبْدِي فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ، ثُمَّ تُؤْخَذُ الْأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ

“Sesungguhnya amal manusia yang pertama kali dihisab pada hari KIamat adalah shalat.” Rabb kita Azza wa Jalla berfirman kepada para malaikat-Nya -dan Dia lebih mengetahui-, “Lihatlah shalat hamba-Ku; apakah ia menyempurnakannya atau menguranginya?” Jika ternyata sempurna, maka dicatat sempurna. Jika ada yang kurang, Allah berfirman, “Perhatikanlah! Apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah?” Jika ada, maka Dia berfirman, “Sempurnakan shalat fardhu hamba-Ku dengan shalat sunnahnya.” Demikianlah semua amal akan menjalani proses yang serupa.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al Albani)

Dari Tsauban, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اِسْتَقِيمُوا، وَلَنْ تُحْصُوا، وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلَاةَ، وَلَا يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلَّا مُؤْمِنٌ

“Tetaplah istiqamah, dan kalian tidak dapat menjumlahkan (pahalanya). Ketahuilah, bahwa amal kalian yang paling baik adalah shalat, dan tidak ada yang tetap menjaga wudhu kecuali orang mukmin.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Hakim, dan Baihaqi dari Tsauban. Ibnu Majah dan Thabrani dari Abdullah bin Amr, dan Thabrani dari Salamah bin Al Akwa’, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 952)

Dari Rabi’ah bin Malik Al Aslamiy ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda (kepadanya), “Mintalah!” Aku menjawab, “Aku meminta agar dapat menemanimu di surga.” Beliau bersabda, “Adakah selain itu?”  Aku menjawab, “Itu saja.” Beliau bersabda,

فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُود

"Bantulah aku untuk mewujudkan keinginanmu dengan banyak melakukan sujud (shalat sunnah).” (HR. Muslim)

Dari Tsauban, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ، فَإِنَّكَ لَا تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً، إِلَّا رَفَعَكَ اللهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً

“Hendaknya engkau banyak bersujud (dengan melakukan shalat sunah), karena engkau tidaklah bersujud sekali saja kepada Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatmu dengannya dan menggugurkan kesalahanmu.” (HR. Muslim dan Ibnu Majah)

Anjuran Melakukan Shalat Sunnah di Rumah

Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan dari Jabir radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«إِذَا قَضَى أَحَدُكُمُ الصَّلَاةَ فِي مَسْجِدِهِ، فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ نَصِيبًا مِنْ صَلَاتِهِ، فَإِنَّ اللهَ جَاعِلٌ فِي بَيْتِهِ مِنْ صَلَاتِهِ خَيْرًا»

 “Apabila salah seorang di antara kamu selesai shalat di masjidnya, maka hendaknya ia memberikan bagian shalat di rumahnya, karena Allah menjadikan kebaikan di rumahnya karena shalat itu.”

Ahmad dan Abu Dawud meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«اجْعَلُوا فِي بُيُوتِكُمْ مِنْ صَلَاتِكُمْ، وَلَا تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا»

“Adakanlah shalat di rumahmu dan jangan menjadikannya kuburan.” (Dishahihkan oleh Al Abani)

Hal ini, karena tidak ada shalat dan ibadah di kuburan.

Abu Dawud meriwayatkan dari Zaid bin Tsabit, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

«صَلَاةُ الْمَرْءِ فِي بَيْتِهِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِهِ فِي مَسْجِدِي هَذَا، إِلَّا الْمَكْتُوبَةَ»

“Shalat seseorang di rumahnya lebih utama daripada shalatnya di masjidku ini kecuali shalat fardhu.” (Dishahihkan oleh Al Albani)

Hadits-hadits di atas menunjukkan dianjurkannya shalat sunnah di rumahnya, dan bahwa shalat sunnah di rumah lebih utama daripada shalat di masjid.

Imam Nawawi berkata, “Sesungguhnya Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan shalat sunnah di rumah karena hal itu lebih tersembunyi dan lebih jauh dari riya, serta lebih terjaga dari pembatal-pembatal amal, dan agar rumah mendapatkan keberkahan dengan shalat itu, demikian pula agar rahmat dan para malaikat turun ke dalamnya, serta membuat setan lari.”

Keutamaan Lama Berdiri dalam Shalat Sunnah

Jamaah Ahli Hadits selain Abu Dawud meriwayatkan dari Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berdiri shalat sampai kedua kaki atau betisnya bengkak, saat Beliau ditanya sebabnya, maka Beliau bersabda, “Tidak pantaskah aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?”

Abu Dawud meriwayatkan dari Abdullah bin Hubsyi Al Khats’amiy, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya,

أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «طُولُ الْقِيَامِ» ، قِيلَ: فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «جَهْدُ الْمُقِلِّ» ، قِيلَ: فَأَيُّ الْهِجْرَةِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «مَنْ هَجَرَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ» ، قِيلَ: فَأَيُّ الْجِهَادِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «مَنْ جَاهَدَ الْمُشْرِكِينَ بِمَالِهِ وَنَفْسِهِ» ، قِيلَ: فَأَيُّ الْقَتْلِ أَشْرَفُ؟ قَالَ: «مَنْ أُهَرِيقَ دَمُهُ، وَعُقِرَ جَوَادُهُ»

“Amal (shalat) apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Yang lama berdirinya.” Beliau ditanya, “Sedekah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Infak orang yang berharta sedikit.” Beliau ditanya, “Hijrah apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang berhijrah dari apa-apa yang diharamkan Allah.” Beliau ditanya, “Jihad apa yang paling utama?” Beliau menjawab, “Orang yang berjihad melawan orang-orang musyrik dengan harta dan jiwanya.” Beliau ditanya, “Terbunuh apa yang paling mulia.” Beliau menjawab, “Orang yang ditumpahkan darahnya dan ditebas kaki kudanya.” (Hadits ini dinyatakan shahih oleh Al Albani namun dengan lafaz “Ayyush shalati afdhal” (shalat apa yang lebih utama?))

Bolehnya Shalat Sunnah Sambil Duduk

Sah melakukan shalat sunnah sambil duduk meskipun sanggup berdiri, sebagaimana sah pula melaksanakan sebagian praktek shalat sambil duduk dan sebagiannya lagi sambil berdiri. Kalau pun dalam satu rakaat sebagian praktek shalat dilakukan sambil berdiri, sedangkan sebagian lagi sambil duduk, dan kalau pun awalnya berdiri kemudian duduk atau sebaliknya, maka ini semua boleh tanpa makruh.

Demikian pula ia boleh duduk sesuai keinginannya, namun yang lebih utama adalah bersila.

Imam Muslim meriwayatkan dari Alqamah ia berkata, “Aku pernah berkata kepada Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana praktek Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam shalat dua rakaat ketika sambil duduk?” Ia menjawab, “Beliau membaca bacaan pada keduanya, dan ketika ingin ruku, maka Beliau bangkit, lalu ruku.”

Imam Ahmad dan para pemilik kitab Sunan meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca surat dalam shalat malam sambil duduk kecuali setelah Beliau tua. Beliau duduk membaca surat, dan ketika masih tersisa empat puluh atau tiga puluh ayat, maka Beliau berdiri dan membacanya, kemudian Beliau sujud.”  (Dishahihkan oleh Al Albani)

Macam-macam Shalat Sunnah

Shalat sunnah terbagi dua; ada shalat sunnah mutlak dan ada shalat sunnah muqayyad.

Shalat sunnah mutlak cukup berniat melakukan shalat. Imam Nawawi berkata, “Jika seseorang masuk ke dalam shalat sunnah tanpa meniatkan jumlahnya, maka ia boleh mengucapkan salam setelah satu rakaat, dan ia juga boleh menambahkan menjadi dua rakaat, tiga rakaat, seratus, seribu, dan sebagainya. Jika seseorang shalat dalam jumlah yang tidak diketahuinya, lalu ia salam, maka sah tanpa adanya khilaf. Kawan-kawan kami (yang semadzhab) sepakat terhadapnya, dan Imam Syafi’i menyatakan demikian dalam Al Imla.”

Imam Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu pernah melakukan shalat dalam jumlah yang banyak. Ketika ia salam, maka Al Ahnaf bin Qais rahimahullah berkata kepadanya, “Ingatkah engkau, apakah engkau salam dalam jumlah genap atau ganjil?” Ia menjawab, “Jika aku tidak tahu, namun Allah Maha Mengetahui, sesungguhnya aku mendengar kekasihku Abul Qasim shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, kemudian ia (Abu Dzar) menangis.” Abu Dzar berkata, “Aku mendengar kekasihku Abul Qasim shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلَّا رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً، وَحَطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةً

“TIdaklah seorang hamba bersujud kepada Allah sekali melainkan Allah akan tinggikan derajat dengannya dan menggugurkan kesalahan dengannya.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Darimiy dengan sanad yang shahih selain seorang yang diperselisihkan tentang keadilannya. Menurut pentahqiq Sunan Darimi, bahwa isnadnya dhaif karena Muhammad bin Katsir Ash Shan’aniy, namun hadits ini memiliki syahid dari jalan lain yang shahih sehingga hadits tersebut adalah shahih, lihat pula Shahihul Jami no. 5741).

Adapun shalat sunnah muqayyad terbagi kepada beberapa macam; ada yang disyariatkan karena mengiringi shalat fardhu atau yang biasa disebut dengan shalat sunnah rawatib, yang mencakup shalat sunnah fajar, shalat sunnah Zhuhur, shalat sunnah Ashar, shalat sunnah Maghrib, dan shalat sunnah Isya, dan ada pula selain itu.

Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji’ : Fiqhus Sunnah (Syaikh Sayyid Sabiq), Al Fiqhul Muyassar fii Dhau’il Kitab wa Sunnah (Tim Ahli Fiqh, KSA), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.