بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Sebagian saudara-saudara kita meremehkan masalah “Mengucapkan Selamat Natal” atau mengucapkan selamat terhadap hari raya orang-orang kafir, demikian pula menghadiri acara Natal Bersama dan acara peribadatan orang-orang kafir lainnya. Mereka menganggap bahwa hal ini hukumnya boleh-boleh saja, maka dari itu di sini kami akan hadirkan fatwa ulama dalam dan luar negeri yang menegaskan bahwa hal itu hukumnya haram.   

FATWA SYAIKH MUHAMMAD BIN SHALIH AL-‘UTSAIMIN RAHIMAHULLAH

Pertanyaan: Apa hukum mengucapkan “selamat natal” kepada orang-orang kafir? Apa jawaban kita ketika mereka mengucapkan selamat natal kepada kita? Bolehkah pergi ke tempat-tempat peringatan natal tersebut? Apakah seseorang berdosa ketika melakukan hal tersebut tanpa disengaja, tetapi karena beramah tamah, atau karena merasa tidak enak atau terpaksa, dan sebab lainnya, dan bolehkah menyerupai mereka dalam hal tersebut?

Jawab: Mengucapkan “selamat natal” kepada orang-orang kafir atau selamat lainnya pada saat hari raya keagamaan mereka adalah haram berdasarkan kesepakatan para ulama. Hal ini sebagaimana dinukil oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkam Ahli Dzimmah, ia berkata, “Adapun mengucapkan selamat terhadap syiar-syiar kekafiran secara khusus, maka hukumnya haram berdasarkan kesepakatan para ulama, misalnya mengucapkan selamat terhadap hari raya mereka atau puasa yang mereka lakukan dengan mengucapkan “hari raya yang berkah” atau “selamat hari raya ini atau itu,” maka hal ini sekalipun orang yang mengucapkannya selamat dari kekafiran, tetapi termasuk perkara yang diharamkan. Hal ini sama seperti mengucapkan selamat kepada seorang yang sujud kepada salib, bahkan hal itu lebih besar dosanya di sisi Allah, dan lebih dibenci-Nya daripada mengucapkan selamat terhadap orang yang meminum khamr, membunuh jiwa, serta melakukan zina, dan semisalnya. Banyak orang yang tidak menghormati masalah agama jatuh terhadap masalah ini, ia tidak tahu akan buruknya sikap itu. Oleh karena itu, barang siapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang terhadap maksiat, bid’ah, atau kekafiran yang dilakukannya, maka sesungguhnya ia telah siap menerima kemurkaan Allah.” Demikianlah yang dikatakan Ibnul Qayyim rahimahullah.

Haramnya mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir terhadap hari raya keagamaan mereka sebagaimana yang diterangkan Ibnul Qayyim karena di dalamnya terdapat bentuk pengakuan terhadap keadaan mereka yang menegakkan syiar-syiar kekafiran, dan membuat mereka ridha terhadapnya meskipun ia tidak ridha terhadap kekafiran itu. Akan tetapi, tetap saja haram bagi seorang muslim ridha dengan syiar-syiar kekafiran atau mengucapkan selamat terhadapnya, karena Allah Ta’ala tidak ridha terhadap hal itu sebagaimana firman-Nya,

إِن تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ وَإِن تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ

“Jika kamu kafir, maka sesungguhnya Allah tidak memerlukan (iman)mu dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu sikap syukur itu.” (QS. Az-Zumar: 7)

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِيناً

“Pada hari ini Aku sempurnakan untukmu agama-Mu, Aku cukupkan untukmu nikmat-Ku, dan Aku ridhai Islam menjadi agama bagimu.” (QS. Al-Maa’idah: 3)

Oleh karena itu, mengucapkan selamat seperti itu hukumnya haram, baik ikut serta memperingatinya maupun tidak.

Kemudian jika mereka mengucapkan selamat hari raya tersebut kepada kita, maka kita tidak perlu membalasnya, karena hari raya itu bukan hari raya kita, dan karena hari raya itu adalah hari raya yang tidak diridhai Allah, dimana keadaan hari raya itu bisa sebagai bentuk bid’ah (hal yang diada-adakan) dalam agama mereka, atau memang disyariatkan namun telah dihapus dengan agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diperuntukkan kepada semua manusia. Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman,

وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِيناً فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85)

Demikian pula haram hukumnya menghadiri undangan mereka pada saat peringatan itu, karena hal ini lebih parah daripada sekedar mengucapkan selamat, dimana di dalam sikap ini terdapat sikap ikut serta dengan mereka. Demikian pula haram hukumnya bagi kaum muslimin menyerupai orang-orang kafir dengan mengadakan peringatan-peringatan pada saat itu, atau tukar menukar hadiah, atau membagikan manisan atau makanan, atau meliburkan aktifitas, dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitabnya Iqtidha Ash Shirathil Mustaqim Mukhaalafah As-habil Jahiim, “Menyerupai mereka pada sebagian hari raya mereka membuat mereka senang di atas kebatilan. Bahkan terkadang membuat mereka semakin semangat memanfaatkan situasi dan menindas orang-orang lemah.” Demikianlah yang dikatakan Syaikhul Islam rahimahullah.

Oleh karena itu, barang siapa yang melakukan hal tersebut, maka ia telah berdosa, baik melakukannya karena beramah-tamah, menjalin persahabatan, atau karena rasa tidak enak. Itu semua termasuk bentuk mudahanah (mencari perhatian mereka) dalam agama Allah, dan termasuk sebab yang membuat orang-orang kafir semakin kuat jiwanya dan bangga terhadap agama mereka.” (Lihat: http://ar.islamway.net/fatwa/4582/التهنئة-بعيد-الكريسماس)

FATWA MAJLIS ULAMA INDONESIA (MUI) TENTANG MENGUCAPKAN SELAMAT NATAL DAN MENGHADIRI ACARA NATAL BERSAMA

Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia, setelah :

Memperhatikan:

     1. Perayaan Natal bersama pada akhir-akhir ini disalah-artikan oleh sebagian umat Islam dan disangka oleh umat Islam merayakan Maulid Nabi Besar Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.

     2. Karena salah pengertian tersebut ada sebagian orang Islam yang ikut dalam perayaan Natal dan duduk dalam kepanitiaan Natal.

     3. Perayaan Natal bagi orang-orang Kristen adalah merupakan ibadah.

Menimbang:

     1. Umat Islam perlu mendapat petunjuk yang jelas tentang Perayaan Natal Bersama.

     2. Umat Islam agar tidak mencampur adukkan aqidah dan ibadahnya dengan aqidah dan ibadah agama lain.

     3. Umat Islam harus berusaha untuk menambah Iman dan Taqwanya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

     4. Tanpa mengurangi usaha umat Islam dalam Kerukunan Antar Umat Beragama di Indonesia.

Meneliti kembali :

Ajaran-ajaran agama Islam, antara lain:

     A. Bahwa umat Islam diperbolehkan untuk bekerja sama dan bergaul dengan umat agama-agama lain dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah keduniaan, berdasarkan atas:

     1. Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13 :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan Kamu sekalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang bertaqwa (kepada Allah), sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

     2. Al-Qur’an surat Luqman ayat 15:

وَإِن جَاهَدَاكَ عَلى أَن تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفاً وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

“Dan jika kedua orang tuamu memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang kamu tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu mengikutinya, dan pergaulilah keduanya di dunia ini dengan baik. Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian kepada-Kulah kembalimu, maka akan Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”

     3. Al-Qur’an surat Mumtahanah ayat 8:

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Allah tidak melarang kamu (umat Islam) untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang (beragama lain) yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

     B. Bahwa umat Islam tidak boleh mencampuradukkan aqidah dan peribadatan agamanya dengan aqidah dan peribadatan agama lain berdasarkan:

     1. Al-Qur’an surat Al-Kafirun ayat 1-6:

قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ (1) لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ (2) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (3) وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ (4) وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ (5) لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ (6)

“Katakanlah hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”

     2. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 42 :

وَلاَ تَلْبِسُواْ الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُواْ الْحَقَّ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Dan janganlah kamu campur-adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”

     C. Bahwa umat Islam harus mengakui kenabian dan kerasulan Isa Al Masih bin Maryam sebagaimana pengakuan mereka kepada para Nabi dan Rasul yang lain, berdasarkan atas :

     1. Al-Qur’an surat Maryam ayat 30-32 :

قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آَتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا (30) وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ ‎وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا (31) وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا (32)

“Berkata Isa: Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku mendirikan shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup. (Dan Dia memerintahkan aku) berbakti kepada ibumu (Maryam) dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.”

     2. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 75 :

مَّا الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ إِلاَّ رَسُولٌ قَدْ خَلَتْ مِن قَبْلِهِ الرُّسُلُ وَأُمُّهُ صِدِّيقَةٌ كَانَا يَأْكُلاَنِ الطَّعَامَ انظُرْ كَيْفَ نُبَيِّنُ لَهُمُ الآيَاتِ ثُمَّ انظُرْ أَنَّى يُؤْفَكُونَ

“Al Masih putera Maryam itu hanyalah seorang Rasul yang sesungguhnya telah berlalu sebelumnya beberapa Rasul dan ibunya seorang yang sangat benar. Kedua-duanya biasa memakan makanan (sebagai manusia). Perhatikanlah bagaimana Kami menjelaskan kepada mereka (Ahli Kitab) tanda-tanda kekuasaan (Kami), kemudian perhatikanlah bagaimana mereka berpaling (dari memperhatikan ayat-ayat Kami itu).”

     3. Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 285:

آمَنَ الرَّسُولُ بِمَا أُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ آمَنَ بِاللّهِ وَمَلآئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن رُّسُلِهِ وَقَالُواْ سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

“Rasul (Muhammad telah beriman kepada Al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya), demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya dan Rasul-Nya. (Mereka mengatakan), “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari Rasul-rasul-Nya dan mereka mengatakan, “Kami dengar dan kami taat.” (Mereka berdoa) Ampunilah Ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.”

     D. Bahwa barang siapa berkeyakinan bahwa Tuhan itu lebih daripada satu, Tuhan itu mempunyai anak, Isa Al Masih itu anaknya, bahwa orang itu kafir dan musyrik, berdasarkan atas: Bahwa Allah pada hari kiamat nanti akan menanyakan Isa, apakah dia pada waktu di dunia menyuruh kaumnya, agar mereka mengakui Isa dan Ibunya (Maryam) sebagai Tuhan. Isa menjawab “Tidak”. Hal itu berdasarkan atas:

     1. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 72 :

لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ وَقَالَ الْمَسِيحُ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata, “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam.” Padahal Al Masih sendiri berkata, “Hai Bani Israil! Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga dan tempatnya ialah neraka, tidak ada bagi orang zalim itu seorang penolong pun.”

     2. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 73:

لَّقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُواْ إِنَّ اللّهَ ثَالِثُ ثَلاَثَةٍ وَمَا مِنْ إِلَـهٍ إِلاَّ إِلَـهٌ وَاحِدٌ وَإِن لَّمْ يَنتَهُواْ عَمَّا يَقُولُونَ لَيَمَسَّنَّ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِنْهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang mengatakan, bahwa Allah itu adalah salah satu dari yang tiga (Tuhan itu ada tiga), padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain Tuhan yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir itu akan disentuh siksaan yang pedih.”

     3. Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 30 :

وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللّهِ وَقَالَتْ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُم بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِؤُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ

“Orang-orang Yahudi berkata, “Uzair itu anak Allah,” dan orang-orang Nasrani berkata, “Al Masih itu anak Allah.” Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu, merela dilaknati Allah. bagaimana mereka sampai berpaling.”

     4. Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 116-118 :

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلَا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلَّامُ الْغُيُوبِ (116) مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلَّا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (117) إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (118)

“Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman, “Hai Isa putera Maryam, apakah kamu mengatakan kepada manusia (kaummu), “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah,” Isa menjawab, “Mahasuci Engkau (ya Allah), tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). Jika aku pernah mengatakannya tentu Engkau telah mengetahuinya, Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku. Sedangkan aku tidak mengetahui apa yang pada Diri-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui perkara yang ghaib. Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang engkau perintahkan kepadaku (mengatakannya), yaitu, “Sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu, dan aku menjadi saksi terhadapa mereka selama aku berada di antara mereka. Tetapi setelah Engkau wafatkan aku, Engkau sendirilah yang menjadi pengawas mereka. Engkaulah pengawas dan saksi atas segala sesuatu. Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu dan Jika Engkau mengampunkan mereka, maka sesungguhnya Engkau Mahakuasa lagi Mahabijaksana.”

     E. Islam mengajarkan Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu hanya satu, berdasarkan atas Al Qur’an surat Al Ikhlas :

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

“Katakanlah, “Dia Allah Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”

     F. Islam mengajarkan kepada umatnya untuk menjauhkan diri dari hal-hal yang syubhat dan dari larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala serta untuk mendahulukan menolak kerusakan daripada menarik kemaslahatan, berdasarkan atas :

     1. Hadits Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam dari Nu’man bin Basyir :

إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى  الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ  لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ

“Sesungguhnya apa apa yang halal itu telah jelas dan apa apa yang haram itu pun telah jelas, akan tetapi di antara keduanya itu banyak yang syubhat (seperti halal, seperti haram) kebanyakan orang tidak mengetahui yang syubhat itu. Barang siapa memelihara diri dari yang syubhat itu, maka bersihlah agamanya dan kehormatannya, tetapi barang siapa jatuh pada yang syubhat maka berarti ia telah jatuh kepada yang haram, seperti orang yang mengembalakan binatang lalu menggembala di daerah terlarang. Hampir saja ia memakan di daerah terlarang itu. Ketahuilah bahwa setiap raja mempunyai larangan dan ketahuilah bahwa larangan Allah ialah apa-apa yang diharamkan-Nya (oleh karena itu yang haram jangan didekati).”

     2. Kaidah Ushul Fiqih,

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ

“Menolak kerusakan-kerusakan itu didahulukan daripada menarik kemaslahatan-kemaslahatan (jika tidak demikian sangat mungkin mafasidnya yang diperoleh, sedangkan mashalihnya tidak dihasilkan).”

Memutuskan, Memfatwakan :

     1. Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa Alihis Sallaam, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.

     2. Mengikuti upacara Natal bersama bagi umat Islam hukumnya haram.

     3. Agar umat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah Subhanahu wa Talala dianjurkan untuk tidak mengikuti kegiatan-kegiatan Natal.

Jakarta, 1 Jumadil Awal 1401 H/7 Maret 1981

KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua: K.H. M. SYUKRI GHOZALI

Sekretaris: Drs. H. MAS’UDI

 

Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan Hadidi, M.Pd.I

Maraji’:

http://www.konsultasisyariah.com/fatwa-mui-dan-sikap-ulama-terhadap-natal/

http://fatwa.islamweb.net/Fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=105164

http://ar.islamway.net/fatwa/4582/التهنئة-بعيد-الكريسماس