بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba’du:

Berikut ini pembahasan tentang tanggung jawab pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya atau atasan terhadap bawahannya, semoga Allah Subhaanahu wa Ta'ala menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,

«كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Masing-masing kalian adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang orang yang dipimpinnya. Penguasa adalah pemimpin bagi manusia, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Wanita adalah pemimpin bagi rumah suaminya dan anaknya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang harta yang diurusnya. Ingatlah, masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya." (HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Umar)

Kata "Raa'in" (pemimpin) menurut para ulama adalah orang yang menjaga, yang mendapat amanah dan yang harus memilih yang baik dalam mengurusnya, yakni terhadap sesuatu atau orang yang di bawah kepengurusannya.

Hadits ini menunjukkan, bahwa setiap orang yang memiliki bawahan, maka dituntut berlaku adil dan menegakkan kemaslahatan baik yang terkait dengan agama maupun dunianya. Oleh karena itu, semua orang yang diangkat Allah sebagai amin (penanggung jawab) terhadap sesuatu, maka ia harus melakukan nasihah (yang terbaik) di dalamnya, mengerahkan kesungguhan dalam memelihara dan mengurusnya.

Hadits ini juga memerintahkan kita untuk mengerjakan kewajiban dan memenuhi hak, berbuat baik dalam bekerja dan dalam memimpin.

Maksud "diminta pertanggungjawaban" adalah ditanya tentang tindakan yang dilakukannya dan tentang orang yang dipimpinnya; apakah melakukan tugas atau kewajibannya dengan baik atau tidak.

Tugas imam (penguasa) cukup banyak, di antaranya: menegakkan hukum-hukum syar'i dan menjaganya, menegakkan keadilan dan bersikap adil dalam memimpin, mengembalikan hak kepada pemiliknya, menghormati kebebasan rakyatnya selama tidak menyalahi syariat, bermusyawarah dengan mereka, mendengar nasihat dan keluhan mereka, membela kehormatan mereka, berusaha memberikan maslahat bagi mereka, membela hak mereka, membuka pintunya untuk kebutuhan mereka, dan memberikan tempat bagi mereka untuk mengembangkan usaha mereka. Demikian pula menindak pelaku kejahatan, menegakkan hudud, dan lain-lain. Di antara tugas imam lainnya adalah:

     1. Menjaga agama, membela kehormatannya, serta memeliharanya dari adanya usaha perubahan. Demikian juga menghilangkan syiar-syiar kekafiran dan kemusyrikan. Imam Muslim meriwayatkan dari Abul Hayyaj Al Asadiy ia berkata: Ali bin Abi Thalib berkata kepadaku,

أَلَا أَبْعَثُكَ عَلَى مَا بَعَثَنِي عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ لَا تَدَعَ تِمْثَالًا إِلَّا طَمَسْتَهُ وَلَا قَبْرًا مُشْرِفًا إِلَّا سَوَّيْتَهُ

“Maukah kamu aku kirim untuk sesuatu seperti Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengirimku, yaitu agar engkau tidak membiarkan patung kecuali engkau hancurkan dan tidak membiarkan kubur yang meninggi kecuali engkau ratakan.” (HR. Muslim)

     2. Memperhatikan masalah hukum, mengangkat qadhi dan hakim, memberlakukan hukum-hukum syar'i dan memutuskan perselisihan dan pertengkaran agar keadilan menjadi sempurna.

     3. Mengamankan negeri dan tempat-tempat suci agar manusia dapat bepergian dengan aman.

     4. Mengangkat para pemangku amanah (menteri) yang diamanahkan mengurusi masalah tertentu dengan keahliannya.

     5. Menjaga perbatasan dari serangan musuh dengan benteng yang kuat.

     6. Memungut pajak dari kafir dzimmiy, mengumpulkan zakat, dan mengangkat para 'amilin padanya (pada pajak dan zakat) serta memberikannya kepada yang berhak.

     7. Mengatur pasukan dan menyusunnya di beberapa tempat serta menyiapkan kebutuhan pangan mereka.

     8. Menegakkan hudud, baik yang terkait dengan hak Allah maupun hak manusia.

     9. Menetapkan pemberian untuk yang berhak mendapatkannya dari Baitulmal tanpa berlebihan dan tanpa menyempitkan.

     10. Menjadi imam shalat Jum'at dan jamaah atau mengangkat orang yang menjadi imam pada shalat tersebut.

     11. Mempermudah jamaah haji dan mengamankan jalan mereka.

     12. Berjihad melawan orang yang menentang Islam setelah didakwahi sampai ia masuk Islam atau membayar jizyah (pajak), dan membagikan ghanimah, serta membagikan 1/5 dari ghanimah kepada yang berhak (lihat QS. Al-Anfal: 41).

     13. Menangani secara langsung masalah-masalah tertentu dan memperhatikan keadaan umat agar dia dapat memimpin mereka dengan baik, menjaga agama mereka, dan tidak menyibukkan dirinya dengan urusan pribadi atau bersenang-senang.

Tugas laki-laki (suami) sebagai kepala keluarga dan pemimpin rumah tangga di antaranya adalah:

     1. Menafkahi mereka (anak dan istri) secara ma'ruf.

عَنْ حَكِيمِ بْنِ مُعَاوِيَةَ , عَنْ أَبِيهِ قَالَ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اَللَّهِ ! مَا حَقُّ زَوْجِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ ؟ قَالَ : تُطْعِمُهَا إِذَا أَكَلْتَ , وَتَكْسُوهَا إِذَا اِكْتَسَيْتَ , وَلَا تَضْرِبِ الْوَجْهَ , وَلَا تُقَبِّحْ , وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي اَلْبَيْتِ  

Dari Hakim bin Mu’awiyah dari bapaknya radhiyallahu 'anhu ia berkata: Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, apa hak istri salah seorang di antara kami yang wajib dipenuhi?” Beliau menjawab, “Kamu berikan makan apabila kamu makan, kamu berikan pakaian apabila kamu memakai pakaian, jangan kamu pukul mukanya, jangan kamu jelekkan dan jangan kamu menjauhinya kecuali di dalam rumah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Nasa’i dan Ibnu Majah, Bukhari meriwayatkan secara mu’allaq (tanpa sanad) sebagiannya, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban serta Hakim)

     2. Mendidik mereka dengan pendidikan Islami.

Gambaran umum pendidikan Islami untuk anak adalah mengajarkan tauhid dan aqidah Islam, mengenalkan tingkatan agama (rukun Islam, iman, dan ihsan) berikut penjelasannya, mengajarkan shalat, mengajarkan puasa, membiasakan anak menjaga perintah Allah, mencegah anak melakukan kemungkaran, mengenalkan halal dan haram, mengajarkan adab dan akhlak Islami (lihat contohnya di surat Luqman: 12-19), menghapalkan Al-Qur'an, mengajarkan doa-doa dan dzikr, membiasakan anak membaca Al-Qur'an, dsb. Jika orang tua tidak mampu mendidiknya, maka ia bisa menyekolahkan ke sekolah-sekolah Islam atau pesantren.

     3. Menekan mereka untuk menjalankan kewajiban dan meninggalkan larangan (lihat surat At-Tahrim: 6), seperti menyuruh mereka mendirikan shalat, berpuasa Ramadhan, memakai jilbab, dan lain-lain.

Tugas wanita (istri) sebagai orang yang diamanahi terhadap rumah suaminya dan anaknya, di antaranya adalah:

     1. Menjaga rumah suaminya dan tidak mengizinkan seorang pun menginjak rumah suaminya tanpa izinnya.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang wanita yang paling baik, Beliau menjawab,

الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِيمَا يَكْرَهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهِ

"Yaitu yang menyenangkan dia (suami) ketika suami melihat, yang menaatinya ketika suami memerintah, dan tidak menyelisihinya dalam hal yang tidak disukai suami, baik pada dirinya maupun hartanya (selalu mengikuti keinginan suaminya)." (HR. Ahmad, Nasa'i, dan Hakim, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami' no. 3298).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda dalam khutbah wada'nya:

فَاتَّقُوا اللهَ فِي النِّسَاءِ، فَإِنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ اللهِ، وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوجَهُنَّ بِكَلِمَةِ اللهِ، وَلَكُمْ عَلَيْهِنَّ أَنْ لَا يُوطِئْنَ فُرُشَكُمْ أَحَدًا تَكْرَهُونَهُ، فَإِنْ فَعَلْنَ ذَلِكَ فَاضْرِبُوهُنَّ ضَرْبًا غَيْرَ مُبَرِّحٍ، وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ،

"Bertakwalah kalian kepada Allah dalam hal wanita, karena kalian mengambil mereka dengan keamanan dari Allah, kalian menghalalkan farjinya dengan kalimat Allah. Kalian memiliki hak yang harus mereka penuhi, yaitu agar mereka tidak memberikan kesempatan kepada seorang yang kalian benci menginjak permadani rumah kalian. Jika mereka melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak keras, dan mereka memiliki hak yang harus kalian penuhi, yaitu diberi rezeki dan pakaian secara ma'ruf (wajar)." (HR. Muslim)

     2. Mendidik anak-anaknya dengan pendidikan Islami. Demikian juga mendidik anaknya dengan sabar, tidak marah-marah kepada anaknya di hadapan suami, tidak mendoakan hal yang buruk kepada anak dan tidak memaki mereka, karena ini semua dapat menyakiti hati suami. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَا تُؤْذِي امْرَأَةٌ زَوْجَهَا فِي الدُّنْيَا، إِلَّا قَالَتْ زَوْجَتُهُ مِنَ الحُورِ العِينِ: لَا تُؤْذِيهِ، قَاتَلَكِ اللَّهُ، فَإِنَّمَا هُوَ عِنْدَكَ دَخِيلٌ يُوشِكُ أَنْ يُفَارِقَكِ إِلَيْنَا

“Tidaklah seorang istri menyakiti suaminya di dunia, kecuali istrinya dari kalangan bidadari (di surga) akan mengatakan, “Janganlah kamu sakiti dia, semoga Allah melaknat kamu, dia hanyalah sementara di sisimu dan akan berpisah denganmu mendatangi kami.” (HR. Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)

     3. Tidak mengeluarkan harta suami kecuali dengan izinnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

لَا تُنْفِقُ امْرَأَةٌ شَيْئًا مِنْ بَيْتِ زَوْجِهَا إِلَّا بِإِذْنِ زَوْجِهَا» ، قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَلَا الطَّعَامُ، قَالَ: «ذَاكَ أَفْضَلُ أَمْوَالِنَا

“Wanita tidak boleh mengeluarkan sesuatu pun dari harta suaminya kecuali dengan izin suaminya.” Lalu ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah makanan juga?” Beliau menjawab, “Itu adalah harta kita yang paling utama.” (HR. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Al Albani)

Namun dibolehkan bagi istri mengeluarkan harta suaminya apabila si istri mengetahui bahwa suami telah ridha, dan haram baginya mengeluarkannya jika ia tidak mengetahui apakah suami ridha atau tidak. Dikecualikan daripadanya apabila yang dikeluarkan istri itu hanya sedikit sesuai ‘uruf (adat yang berlaku); maka dalam hal ini tidak apa-apa. Hal ini berdasarkan hadits berikut:

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ أَنَّهَا جَاءَتِ النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَتْ يَا نَبِىَّ اللَّهِ لَيْسَ لِى شَىْءٌ إِلاَّ مَا أَدْخَلَ عَلَىَّ الزُّبَيْرُ فَهَلْ عَلَىَّ جُنَاحٌ أَنْ أَرْضَخَ مِمَّا يُدْخِلُ عَلَىَّ فَقَالَ « ارْضَخِى مَا اسْتَطَعْتِ وَلاَ تُوعِى فَيُوعِىَ اللَّهُ عَلَيْكِ » .  

Dari Asma’ binti Abi Bakar, bahwa ia datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Nabi Allah, saya tidak memiliki apa-apa selain yang diberikan Zubair kepada saya, apakah saya berdosa apabila saya keluarkan sedikit harta yang ia berikan kepada saya?” Beliau menjawab, “Keluarkanlah sedikit semampumu, jangan menahan sehingga nantinya kamu tidak diberi oleh Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim, lafaz ini adalah lafaz Muslim)

Demikkian juga istri hendaknya tidak mengeluarkan harta miliknya kecuali dengan izin suaminya, berdasarkan sabda Rasulullah  shallallahu 'alaihi wa sallam berikut:

لَيْسَ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَنْتَهِكَ شَيْئًا مِنْ مَالِهَا إِلاَّ بِإِذْنِ زَوْجِهَا

“Istri tidak patut mengeluarkan hartanya kecuali dengan izin suaminya.” (Silsilah Ash Shahiihah no. 775)

Adapun sabda Beliau, "Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya." Kata-kata "harta tuannya" menunjukkan bahwa tuannya berhak memegang harta budaknya, dan bahwa budak dilarang bertindak terhadap harta itu kecuali dengan izin tuannya.

Wallahu a'lam, wa shallallahu 'alaa nabiyyinaa Muhammad wa 'alaa aalihi wa shahbihi wa sallam.

Marwan bin Musa

Maraji': Maktabah Syamilah versi 3.35, Fathul Bariy (Al Hafizh Ibnu Hajar Al 'Asqalani), Untaian Mutiara Hadits (Penulis), dll.