بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurahkepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:

Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

**********

Bab : Larangan Beribadah Kepada Allah di Sisi Kuburan

Dalam kitab Shahih dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Ummu Salamah pernah menyebutkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebuah gereja yang dilihatnya di Negeri Habasyah, berikut gamba-gambar yang dilukiskan di dalamnya, maka Beliau bersabda,

أُولَئِكَ إِذَا مَاتَ فِيهِمُ الرَّجُلُ الصَّالِحُ أَوِ العَبْدُ الصَّالِحُ، بَنَوْا عَلَى قَبْرِهِ مَسْجِدًا، وَصَوَّرُوا فِيهِ تِلْكَ الصُّوَرَ، أُولَئِكَ شِرَارُ الخَلْقِ عِنْدَ اللَّهِ

“Mereka itu, apabila ada orang yang saleh atau hamba yang saleh meninggal dunia, mereka membangun di atas kuburnya sebuah tempat ibadah, dan membuatkan di dalamnya rupaka-rupaka (gambar-gambar). Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk di sisi Allah.”

Mereka dihukumi seburuk-buruk makhluk, karena mereka melakukan dua fitnah sekaligus, yaitu fitnah memuja kuburan (dengan membangun tempat ibadah di atasnya) dan fitnah membuat rupaka-rupaka (patung-patung).

**********

Penjelasan :

Hadits di atas disebutkan oleh Bukhari no. 434, Muslim no. 528, dan Ahmad 6/51.

Dalam bab ini, penyusun (Syaikh Muhammad At Tamimi) rahimahullah ingin menerangkan, bahwa beribadah kepada Allah di sisi kuburan merupakan sarana yang mengantarkan kepada perbuatan syirik.

Pada hadits di atas, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menyebutkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di saat Beliau sakit menjelang wafatnya apa yang ia saksikan di gereja orang-orang Nasrani berupa rupaka-rupaka (lukisan-lukisan) manusia, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan sebab mereka membuat rupaka-rupaka itu, yaitu sikap berlebihan terhadap orang-orang saleh yang mendorong mereka membangun tempat ibadah di atas kuburan mereka, serta membuat rupaka-rupaka di dalamnya, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan, bahwa orang-orang yang melakukan hal itu adalah orang-orang yang paling buruk di sisi Allah, karena mereka memadukan antara dua larangan, yaitu menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah dan membuat patung-patung, dimana keduanya merupakan sarana yang mengantarkan kepada kemusyrikan.

Hadits di atas juga menunjukkan, bahwa menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah sama saja menyerupai orang-orang Nasrani, dan bahwa yang melakukan hal itu akan menjadi manusia yang paling buruk di sisi Allah, wal iyadz billah.

Kesimpulan :

1. Larangan beribadah kepada Allah di sisi kuburan, karena hal itu dapat mengantarkan seseorang kepada kemusyrikan.

2. Larangan menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah.

3. Larangan memajang gambar-gambar orang saleh di masjid, dan bahwa yang melakukan hal itu telah menyerupai orang-orang Nasrani.

4. Peringatan terhadap melukis makhluk bernyawa dan membuat patung, karena hal itu dapat mengantarkan kepada kemusyrikan.

5. Orang yang membangun tempat ibadah di sisi kubur orang saleh atau wali adalah orang yang paling buruk di sisi Allah meskipun niatnya baik.

**********

Dalam riwayat Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam akan wafat, Beliau segera menutup mukanya dengan khamishah (kain bergaris), dan ketika nafasnya terasa sesak, maka dibukanya kembali kain itu, lalu Beliau bersabda dalam kondisi seperti itu,

لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى اليَهُودِ وَالنَّصَارَى، اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Laknat Allah tertimpa kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani; mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid,

Beliau memperingatkan umatnya agar tidak melakukan perbuatan yang dilakukan mereka. Kalau bukan karena hal itu, tentu kubur Beliau akan ditampakkan, hanyasaja dikhawatirkan kalau kuburannya nanti dijadikan tempat beribadah.”

**********

Penjelasan :

Hadits di atas disebutkan dalam Shahih Bukhari no. 435 dan Muslim no. 531.

Lafaz “khusyiya” (dikhawatirkan) dengan didhammahkah huruf khanya dalam hadits di atas, bisa dibaca fathah “khasyiya”. Jika didhammahkan, maka maksudnya para sahabat mengkhawatirkan kubur Beliau dijadikan tempat ibadah sehingga tidak ditampakkan, dan jika difathahkan, maka berarti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memerintahkan agar kubur Beliau tidak ditampakkan.

Hadits di atas menunjukkan perhatian besar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap tauhid agar umatnya tidak terjatuh ke dalam syirik yang diakibatkan oleh sikap berlebihan terhadap kubur para nabi atau orang-orang saleh, padahal ketika itu Beliau dalam keadaan sekarat, namun Beliau tetap memperingatkan umatnya agar tidak melakukan seperti yang dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani, maka semoga shalawat Allah dan salam-Nya terlimpah kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dalam hadits di atas terdapat larangan beribadah di sisi kuburan, karena yang demikian dapat mengantarkan kepada perbuatan syirik.

Kesimpulan :

1. Larangan menjadikan kubur para nabi dan orang-orang saleh sebagai masjid, karena yang demikian dapat mengantarkan kepada perbuatan syirik.

2. Perhatian besar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap tauhid, dan rasa takut Beliau kalau sekiranya kuburnya nanti disembah dan diagungkan.

3. Bolehnya melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani, serta orang yang melakukan seperti perbuatan mereka, yaitu membangun kuburan dan menjadikannya sebagai tempat ibadah.

4. Hikmah dikuburkannya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya, yaitu agar umat tidak menjadikannya sebagai tempat ibadah.

5. Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah manusia, berlaku bagi Beliau apa yang dialami manusia yang lain seperti kematian dan sekaratnya. 

**********

Dalam riwayat Muslim dari Jundab bin Abdullah ia berkata, “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda -lima hari sebelum wafatnya,

إِنِّي أَبْرَأُ إِلَى اللهِ أَنْ يَكُونَ لِي مِنْكُمْ خَلِيلٌ، فَإِنَّ اللهِ تَعَالَى قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيلًا، كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا، وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا، أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

“Sungguh, aku menyatakan setia kepada Allah dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang khalil (kekasih mulia) dari antara kalian, karena sesungguhnya Allah telah menjadikanku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Kalau sekiranya aku menjadikan seorang kekasih dari kalangan umatku, maka aku akan jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kubur para nabi dan orang-orang saleh mereka sebagai masjid (tempat ibadah). Ingatlah, janganlah kalian jadikan kubur-kubur sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian melakukan perbuatan itu.”

**********

Penjelasan :

Hadits di atas disebutkan dalam Shahih Muslim no. 532.

Jundab bin Abdullah bin Sufyan Al Bajalliy adalah seorang sahabat yang masyhur, ia wafat di atas usia enam puluh tahun, semoga Allah meridhainya.

Abu Bakar; Abdullah bin Utsman bin Amir bin ‘Amr bin Ka’ab At Taimiy adalah khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabat Beliau terbaik, wafat pada tahun 13 H dengan usia 63 tahun, semoga Allah meridhainya.

Maksud ‘menjadikan kuburan sebagai masjid’ adalah melakukan ibadah atau shalat di dekatnya atau menghadap ke arahnya, serta membangun bangunan dan kubah di atasnya.

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan perkara penting kepada umatnya, yaitu menyampaikan kedudukannya di hadapan Allah, yakni sebagai kekasih-Nya sebagaimana yang diperoleh Ibrahim ‘alaihis salam. Oleh karena itu, Beliau nafikan khalil (kekasihnya) selain Allah, karena hati Beliau penuh dengan kecintaan, pengagungan, dan ma’rifat (pengenalan) kepada-Nya. Kalau sekiranya, Beliau mempunyai kekasih, tentu Beliau jadikan Abu Bakar sebagai kekasihnya. Hal ini juga menunjukkan keutamaan Abu Bakar dan keberhakannya untuk menjadi khalifah (pengganti) setelahnya. Selanjutnya Beliau menyampaikan tentang sikap berlebihan orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap kubur para nabi sehingga menjadikannya tempat ibadah yang penuh dengan kesyirikan, dan Beliau melarang umatnya melakukan hal yang sama dengan mereka.

Kesimpulan :

1. Larangan menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah; yang dilakukan shalat atau ibadah di sisinya, atau menghadap ke arahnya, atau membangun masjid dan kubah di atasnya.

2. Menutup segala celah yang bisa mengantarkan kepada kesyirikan.

3. Menetapkan sifat mahabbah (cinta) bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sesuai dengan keagungan-Nya.

4. Keutamaan dua kekasih Allah; Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim‘alaihimash shalatu wa salam.

5. Keutamaan Abu Bakar Ash Shiddiq, dan bahwa Beliau adalah orang terbaik umat ini.

6. Bukti akan kekhalifahan Abu Bakar Ash Shiddiq setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

**********

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di akhir hayatnya telah melarang menjadikan kubur sebagai masjid. Kemudian ketika akan wafatnya, Beliau melaknat orang yang melakukan hal itu, dan melakukan shalat di sisinya termasuk hal tersebut meskipun tidak dibangunkan masjid di atasnya, dan inilah maksud perkataan Aisyah radhiyallahu ‘anha“Dikhawatirkan akan dijadikan sebagai tempat ibadah,

Para sahabat pun belum pernah membangun masjid (tempat ibadah) di sekitar kubur Beliau, dan setiap tempat yang digunakan untuk shalat berarti telah dijadikan sebagai masjid, bahkan setiap tempat yang dipergunakan untuk shalat disebut masjid sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

جُعِلَتْ لِي الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا

Dijadikan untukku bumi sebagai masjid dan alat bersuci.

Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad yang jayyid dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu secara marfu (dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam),

إِنَّ مِنْ شِرَارِ النَّاسِ مَنْ تُدْرِكُهُ السَّاعَةُ وَهُمْ أَحْيَاءٌ، وَمَنْ يَتَّخِذُ الْقُبُورَ مَسَاجِدَ

“Sesungguhnya termasuk seburuk-buruk manusia adalah orang-orang yang masih hidup ketika hari Kiamat tiba, dan orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai masjid (tempat ibadah).” (Diriwayatkan pula oleh Abu Hatim dalam Shahih nya)

**********

Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad nya no. 3844, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih nya no. 340. Pentahqiq Musnad Ahmad cet. Ar Risalah menyatakan isnad nya hasan karena ada Ashim bin Abin Nujud, sedangkan para perawi lainnya adalah para perawi Bukhari dan Muslim.

Maksud ketika hari Kiamat tiba adalah ketika telah tiba tanda besar hari Kiamat yang menunjukkan sudah sangat dekatnya, seperti keluarnya dabbah (binatang melata) dan terbitnya matahari dari barat.

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan tentang orang-orang terburuk, yaitu di antarnya mereka yang masih hidup ketika tiba hari Kiamat, dan mereka yang menjadikan kuburan sebagai masjid, yakni dengan melakukan shalat di sisinya, menghadap ke arahnya, dan membangun bangunan serta kubah di atasnya. Hal ini merupakan peringatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya agar tidak melakukan perbuatan itu.

Kesimpulan :

1. Peringatan untuk tidak melakukan shalat di sisi kubur, karena hal itu dapat mengantarkan kepada kemusyrikan.

2. Orang yang menjadikan kuburan orang saleh sebagai tempat ibadah adalah termasuk seburuk-buruk manusia meskipun niatnya mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla.

3. Kiamat tiba terhadap orang-orang yang buruk.

4. Peringatan terhadap perbuatan syirik dan sarana yang mengantarkan kepadanya agar dijauhi.

Bersambung...

Marwan bin Musa

Maraji’ : Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45Mausu’ah Ruwathil Hadits (Markaz Nurul Islam Li Abhatsil Qur’ani was Sunnah), dll.