بسم الله الرحمن الرحيم

Segala puji bagi Allah Rabbul 'alamin, shalawat dan salam semoga tercurahkepada Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang mengikutinya hingga hari Kiamat, amma ba'du:

Berikut lanjutan syarah (penjelasan) ringkas terhadap Kitab Tauhid karya Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah, yang banyak kami rujuk kepada kitab Al Mulakhkhash Fii Syarh Kitab At Tauhid karya Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, semoga Allah menjadikan penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat, Allahumma aamin.

**********

Bab : Usaha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Dalam Menjaga Tauhid dan Menutup Jalan Yang Menuju Kepada Syirik

Firman Allah Ta’ala,

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, sangat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Tabuah: 128)

**********

Penjelasan :

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya nikmat yang Dia berikan kepada mereka berupa diutus-Nya ke tengah-tengah mereka seorang rasul yang mulia dari kalangan mereka dan dengan bahasa mereka, dimana di antara sifatnya adalah merasakan berat penderitaan yang mereka alami, menginginkan kebaikan bagi mereka, dan sangat sayang kepada orang-orang beriman.

Hubungan ayat di atas dengan bab ini adalah bahwa sifat-sifat yang dimiliki Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menghendaki untuk memperingatkan umatnya dari perbuatan syirik yang merupakan dosa yang paling besar dan menyebabkan seseorang sengsara dunia dan akhirat.

Kesimpulan :

1. Memperingatkan manusia dari perbuatan syirik menunjukkan kasih sayang dan perhatian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap umatnya.

2. Diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan nikmat yang besar bagi manusia.

3. Mulianya nasab dan rumah Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

4. Sifat-sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang patut dimiliki oleh setiap pemimpin, yaitu merasakan penderitaan umatnya, menginginkan kebaikan bagi mereka, dan sayang kepada mereka.

**********

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ قُبُورًا، وَلَا تَجْعَلُوا قَبْرِي عِيدًا، وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تَبْلُغُنِي حَيْثُ كُنْتُمْ

“Janganlah kalian menjadikan rumah kalian seperti kuburan. Janganlah kalian jadikan kuburku sebagai tempat perayaan. Ucapkanlah shalawat kepadaku, karena shalawat kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian berada.” (HR. Abu Dawud dengan isnad yang hasan, dan para perawinya adalah para perawi yang tsiqah).

**********

Penjelasan :

Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2042 dan Ahmad dalam Musnad nya 2/367, dan dinyatakan shahih oleh Syaikh Al Albani.

Dalam hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menjadikan rumah seperti kuburan, dimana keadaan kuburan di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sepi dan kosong dari ibadah, doa, dzikr dan sebagainya. Beliau memerintahkan kita mengisi rumah kita dengan ibadah, seperti shalat sunnah, doa, membaca Al-Qur’an, dan ibadah-ibadah lainnya.

Demikian pula Beliau melarang umatnya menjadikan kubur Beliau sebagai tempat perayaan, yakni dengan sering dikunjungi dan berkumpul di situ sambil berdoa dan beribadah, karena hal itu merupakan sarana yang mengantarkan kepada perbuatan syirik.

Beliau juga menerangkan kepada umatnya, bahwa cukup bagi mereka memperbanyak ucapan shalawat dan salam kepada Beliau dimana saja mereka berada, karena hal itu akan sampai kepada Beliau baik dari orang yang berada di tempat yang jauh maupun yang dekat, sehingga tidak perlu bagi mereka sering mengunjungi kuburnya.

Dalam hadits di atas terdapat bentuk menutup celah kepada perbuatan syirik.

Kesimpulan :

1. Menutup sarana yang dapat mengantarkan kepada kemusyrikan, seperti shalat di kuburan, bersikap ghuluw (berlebihan) terhadap kuburan para nabi dan orang-orang saleh, menjadikan kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tempat perayaan, dsb.

2. Disyariatkan mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di mana saja kita berada, dan bahwa ucapan shalawat dan salam dari kita akan sampai kepada Beliau. Demikian pula tidak ada perbedaan, antara yang berada dekat dengan kubur Beliau maupun jauh.

3. Larangan safar khusus untuk meziarahi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

4. Usaha Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjaga tauhid.

**********

Dari Ali bin Husain, bahwa dirinya pernah melihat seseorang mendatangi sebuah celah di dekat kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu orang itu masuk ke dalamnya dan berdoa di sana, maka Ali segera melarangnya dan berkata, “Maukah aku sampaikan kepada kamu sebuah hadits yang aku dengar dari ayahku, dari kakekku, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,

لاَ تَتَّخِذُوْا قَبْرِيْ عِيْداً وَلاَ بُيُوْتَكُمْ قُبُوْراً فَإِنَّ تَسْلِيْمَكُمْ يَبْلُغُنِيْ أَيْنَمَا -أَوْ حَيْثُ- كُنْتُمْ

“Janganlah kalian menjadikan kuburku sebagai tempat perayaan, dan jangan kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan, karena sesungguhnya salam kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian berada.” (Diriwayatkan dalam kitab Al Mukhtarah)

**********

Penjelasan :

Hadits di atas diriwayatkan oleh Abu Ya’la, Isma’il Al Qadhiy dalam Fadhlush shalah ‘alan Nabi no. 20 dan dishahihkan oleh Al Albani karena jalur-jalur dan syahidnya, dan diriwayatkan oleh Al Hafizh Dhiya’uddin Muhammad bin Abdul Wahid Al Maqdisi dalam kitab Al Mukhtarah.

Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib dikenal dengan Zainal Abidin, seorang tabi’in utama keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia wafat pada tahun 93 H.

Dalam hadits tersebut terdapat larangan mendatangi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berdoa di dekatnya. Jika ke kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja dilarang apalagi ke kubur selain Beliau karena hal itu termasuk sarana yang mengantarkan kepada kemusyrikan.

Sungguh sangat disayangkan orang-orang Syiah yang mengaku mencintai keturunan Nabi, justru mereka yang terdepan dalam memuja kubur dan berdoa di dekatnya, padahal Ali bin Husain salah seorang keturunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingkarinya seperti dalam riwayat di atas.

Kesimpulan :

1. Larangan berdoa di dekat kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam demi menjaga tauhid.

2. Disyariatkan mengingkari kemungkaran dan mengajarkan orang yang tidak tahu.

3. Larangan bersafar hanya untuk mengunjungi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk penjagaan terhadap tauhid.

4. Tujuan ziarah ke kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hanyalah mengucapkan salam untuk Beliau, dan hal ini bisa dilakukan oleh orang yang dekat dengan kubur Beliau maupun jauh.

Bersambung...

Marwan bin Musa

Maraji’ : Al Mulakhkhash fii Syarh Kitab At Tauhid (Dr. Shalih bin Fauzan Al Fauzan), Maktabah Syamilah versi 3.45, dll.